TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum pidana Azmi Syahputra mendorong kepolisian agar segera menetapkan tersangka kasus ledakan smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang terjadi pada Minggu, 24 Desember 2023 lalu.
Menurut Azmi, rentang waktu terjadinya ledakan dan akibat ledakan sudah jelas. Oleh karena itu, polisi seharusnya dapat segera menetapkan tersangka. “Tidak ada alasan lain bagi kepolisian, karenanya harus segera menetapkan tersangka atas ledakan tungku smelter yang dimaksud,” kata dia lewat pesan WhatsApp pada Sabtu, 28 Januari 2024.
Sebelumnya, Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan, mengatakan penyebab ledakan diperkirakan karena bagian bawah tungku masih terdapat cairan pemicu ledakan. Deddy juga menjelaskan bahwa di lokasi terdapat banyak tabung oksigen yang dipakai untuk pengelasan dan pemotongan komponen tungku. Akibatnya, kata dia, ledakan pertama memicu ledakan lain dari tabung oksigen di sekitar area tersebut.
Polisi juga sudah melakukan gelar perkara sejak Rabu, 3 Januari 2024 lalu dan meningkatkan kasus ke tahap penyidikan. Namun, kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Djoko Wienarto mengatakan pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Azmi berujar bahwa perusahaan harus bertanggungjawab atas peristiwa ledakan yang menewaskan 21 orang pegawainya. “Prinsip utamanya, setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja haruslah menjadi tanggung jawab perusahaan tempat kerja itu,” ucapnya.
Menurutnya, pertanggungjawaban dari peristiwa ini tidak seharusnya dilimpahkan kepada para pekerja. Apalagi jika sudah ada indikasi kelalaian dari perusahaan karena tidak dapat mencegah terjadinya kecelakan. Hal itu menandakan perusahaan tak menerapkan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja atau K3.
Sehingga, ia menyebut bahwa pimpinan atau pemilik perusahaan dapat dikenai tindak pidana. “Dalam hal ini kepada organ perusahaan, antara lain pemilik perusahaan atau direkturnya harus pula dimintai pertanggungjawaban,” kata Azmi.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti itu mengatakan, pemilik atau direktur perusahaan smelter dapat dijerat Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Setelah itu, Azmi mengimbau agar polisi segera memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan atau SP2HP kepada keluarga korban. Dengan begitu, keluarga mengetahui penyebab yang sebenarnya. Usai proses pidana dilakukan, perusahaan dapat memenuhi hak korban maupun keluarganya dengan segera.
Pilihan Editor: Smelter Nikel Morowali kembali Terbakar, Peneliti Desak Pemerintah Tanggung Jawab