TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengembangkan kasus korupsi pengadaan makanan basah dan kering pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Nusa Tenggara Barat.
Kasus ini telah bergulir di di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram. Hakim telah memberikan vonis pada tiga tersangka. Saat ini, ketiga tersangka masih menunggu putusan dari Mahkamah Agung.
Selanjutnya, penyidik kejaksaan tengah memeriksa pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) guna memperkuat alat bukti pidana dalam perkara korupsi pengadaan makanan di RSUD Praya.
"Jadi, untuk sementara ini penyidikan masih dalam tahap pemeriksaan ahli dari LKPP," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Tengah Made Jury seperti dilansir dari Antara, Jumat, 23 Februari 2024.
Untuk ahli lainnya, seperti auditor yang berkaitan dengan penghitungan kerugian keuangan negara maupun ahli di bidang pidana, dia mengatakan bahwa hal tersebut masih dalam rangkaian agenda penyidikan.
"Untuk auditor sama ahli pidana, (pemeriksaan) belum," ujarnya.
Dalam kasus korupsi pengadaan makanan ini, Kejaksaan Negeri Lombok Tengah telah menetapkan tiga tersangka, yakni Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir, Bendahara RSUD Praya Baiq Prapningdiah Asmarini, dan pejabat pembuat komitmen proyek pengadaan barang/jasa yang bersumber dari dana badan layanan umum daerah (BLUD) Adi Sasmita.
Untuk putusan banding Pengadilan Tinggi NTB milik terdakwa dr. Muzakir Langkir Nomor: 8/PID.TPK/2023/PT MTR, tanggal 7 September 2023, hakim mengubah putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr tanggal 11 Juli 2023 sekadar mengenai pidana pokok, nominal uang pengganti kerugian negara, dan status barang bukti.
Hakim tingkat banding dalam putusan menyatakan perbuatan Langkir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu primer dan dakwaan kumulatif kedua alternatif kedua.
Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, termasuk membebankan Langkir membayar uang pengganti kerugian keuangan negara Rp1,26 miliar subsider 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Tidak selesai pada proses hukum ketiga tersangka, Kejari Lombok Tengah melakukan pengembangan dengan melakukan penyidikan secara mendalam terhadap pihak penyedia barang/jasa.
"Jadi, penyidikan hasil pengembangan perkara pertama ini berkaitan dengan penyedia yang terlibat dalam pengadaan makanan basah dan kering," ucap dia.
Terungkap dalam proses penyidikan, penyidik kejaksaan memeriksa Muzakir Langkir sebagai saksi. Hal itu tercatat dalam surat panggilan dari Kejari Lombok Tengah dengan Nomor: B-3017/N.2.11/Fd.1/10/2023. Surat terbit pada 27 Oktober 2023 dan ditandatangani Kepala Kejari Lombok Tengah Nurintan.
Dalam surat tersebut pihak kejaksaan meminta agar Muzakir Langkir hadir memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan sebagai saksi perkara dugaan korupsi penyimpangan dalam pengadaan makanan basah atau kering pada RSUD Praya.
Proyek pengadaan yang berjalan pada tahun anggaran 2017 sampai 2020 ini diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga merugikan keuangan negara.
Agenda pemeriksaan Muzakir Langkir sebagai saksi muncul berdasarkan adanya Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejari Lombok Tengah dengan Nomor: Print 1337/N.2.11/Fd.1/10/2023 tanggal 6 Oktober 2023.
Dari rangkaian penyidikan, turut terungkap adanya pemeriksaan terhadap salah satu pihak rekanan yang melaksanakan proyek pengadaan tersebut, yakni Dian Anggraini dari CV Jaya Abadi.