TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia atau TPDI dan Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, mendukung wacana pengguliran hak angket oleh sejumlah partai di DPR RI untuk mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Petrus menilai hak angket saat ini adalah langkah yang tepat karena citra Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang tercoreng isu nepotisme lantaran ada adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman, di barisan hakim konstitusi. Citra MK per hari ini, kata dia, semakin membuat tingkat ketidakperccayaan publik terhadapnya semakin luas dan merata.
"Dengan demikian, penggunaan hak angket atau hak interpelasi bahkan hak menyatakan pendapat oleh DPR menjadi sangat penting, urgensi, dan strategis," ucapnya.
Wacana penggunaan hak angket ini muncul dari elite partai-partai yang jagoannya kalah di Pemilihan Presiden 2024. Partai-partai itu adalah PDIP, NasDem, PKS, dan PKB.
Dalam Pilpres 2024, PDIP bersama PPP mengusung pasangan Ganjar-Mahfud. Sementara NasDem, PKS, dan PKB mengusung duet Anies-Muhaimin Iskandar. Dua pasangan ini kalah dari Prabowo-Gibran yang diusung oleh Partai Golkar, Gerindra, PAN, dan Demokrat.
Petrus juga membantah pernyataan pakar hukum tata negara serta Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra. Yusril menilai pihak yang kalah di Pilpres tidak dapat menggunakan hak angket DPR untuk mengusut kecurangan pemilu, dan semestinya mencari penyelesaian ke MK. Menurut Petrus, pernyataan Yusril itu merupakan pendapat yang membodohi masyarakat, sesat, dan partisan.
Ia menuding terjadi kecurangan Pemilu 2024 yang terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM. Karena itu, ia menilai hanya ada dua cara untuk mengusut kecurangan pemilu tersebut, yakni hak angket DPR serta kekuatan massa. "Lewat kekuatan massa, mendesak Presiden Jokowi mundur, pilpres dibatalkan, dan pilpres diulang," ujarnya.
Pilihan Editor: Uji Materi UU Pemilu, Ahli Hukum UI Sebut Presiden Nepotisme jika Kampanyekan Keluarga