TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah mengumumkan bahwa mereka telah memulai penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan rumah dinas di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Setjen DPR RI).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyatakan bahwa melalui rapat perkara diputuskan untuk meningkatkan status penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan rumah dinas di DPR RI. Keputusan ini telah disetujui oleh pimpinan KPK, pejabat struktural Kedeputian Penindakan KPK, serta penyidik dan penuntut KPK.
"Melalui sebuah gelar perkara disepakati naik pada proses penyidikan, terkait dengan dugaan korupsi untuk pengadaan kelengkapan rumah jabatan di DPR RI," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2024.
Menurut UU KPK, setiap kasus yang masuk tahap penyelidikan akan menyertakan penetapan tersangka. Informasi terkait siapa yang ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal yang dituduhkan dan detail kasus akan diumumkan pada konferensi pers penahanan.
Ali menjelaskan bahwa semua detail kasus korupsi rumah dinas DPR akan diungkapkan seluas mungkin kepada publik selama persidangan, sehingga masyarakat dapat menilai upaya KPK dalam memberantas korupsi. Informasi akan disampaikan dalam berita acara pemeriksaan yang kemudian akan diserahkan secara resmi kepada penasihat hukum dan terdakwa untuk dipertimbangkan di hadapan majelis hakim.
Tentang Rumah Dinas
Rumah dinas atau yang dalam undang-undang disebut rumah negara adalah bangunan yang dimiliki oleh negara. Fungsinya adalah sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga serta untuk mendukung pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Rumah dinas dibagi menjadi tiga golongan:
- Rumah Negara Golongan I, digunakan oleh pemegang jabatan tertentu yang harus tinggal di rumah tersebut selama menjabat, dengan hak penghunian yang terbatas.
- Rumah Negara Golongan II, terkait dengan suatu instansi dan hanya untuk pegawai negeri, yang dikembalikan kepada negara setelah pegawai berhenti atau pensiun.
- Rumah Negara Golongan III, tidak termasuk Golongan I dan II, dapat dijual kepada penghuninya.
Penghunian rumah dinas hanya untuk pejabat atau pegawai negeri. Suami istri pegawai negeri hanya boleh menghuni satu rumah dinas, kecuali jika keduanya bertugas dan tinggal di daerah yang berbeda.
Penghuni wajib membayar sewa dan merawat rumah serta memanfaatkannya sesuai fungsinya. Mereka tidak boleh menyewakan atau mengubah rumah, atau menggunakan rumah tidak sesuai fungsinya.
Calon penghuni rumah dinas termasuk pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, janda/duda pegawai negeri, janda/duda pahlawan yang suami/istrinya pahlawan, dan pejabat negara atau janda/duda pejabat negara. Syarat-syarat penghunian tersebut diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.
Pengadaan rumah dinas diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008, yang mulai berlaku pada 26 Februari 2008, mengenai Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara.
ANANDA BINTANG I AHMAD FAIZ IBNU SINA I DINA OKTAFERIA
Pilihan Editor: Pengadaan Gorden Rumah Dinas DPR Rp 4,8 M, ICW: Ada Potensi Kecurangan