TEMPO.CO, Jakarta - Kristin, 41 tahun, akhirnya memutuskan menggugat PT Jasa Tambang Nusantara (JTN), perusahaan batu bara yang dia sebut telah merugikan kebun sawitnya di Desa Krayan Sentosa, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Bersimlan sembilan orang warga sesama pemilik lahan, dia melaporkan perusahaan tambang batu bara itu ke Kepolisian Resor Paser, Kalimantan Timur.
Meski kini menetap di Samarinda, Kristin lahir dan besar di Desa Krayan Sentosa. Di sana, turun-temurun, keluarganya mengelola sebuah kebun sawit seluas enam hektare. Kebun itu kini dikelola oleh ayah dan anaknya yang tinggal di tempat itu. Secara berkala, ia akan pulang ke kampung kelahirannya itu untuk ikut mengurus kebun.
Dari kebun sawit itu, ia mengaku memperoleh penghasilan untuk kehidupan sehari-hari. Tapi, hasil panennya kini berkurang akibat kehadiran PT JTN. Kesulitan panen disebabkan aktivitas penambangan di sekitar kebunnya. “Dengan adanya masuk tambang JTN ini, semuanya jadi rusak,” ujar dia kepada Tempo, Kamis, 9 Mei 2024.
Dengan adanya aktivitas penambangan PT JTN, Kristin menuturkan akses jalan yang sebelumnya bagus menjadi rusak. Selain itu, dia mengklaim perusahaan itu menggali tanah yang sudah dibebaskan, tetapi tidak sesuai aturan. Menurut dia, aktivitas penambangan harus diatur berjarak dengan radius tertentu dari kebun sawit agar tidak terjadi longsor. “Ketika terjadinya longsor, kami melapor (ke kantor PT JTN), tapi iya-iya saja, tidak diindahkan juga,” kata dia.
Tak hanya itu, Kristin menuturkan akibat aktivitas penambangan, kebun sawitnya kini telah berubah menyerupai pulau. Di kiri-kanan dan depan-belakang kebunnya, tanah sudah dikerjakan oleh perusahaan untuk aktivitas penambangan. Tanpa direklamasi, lubang-lubang itu akhirnya menjadi kolam. “Ada yang sudah nggak bisa panen itu, ada berapa yang dikelilingi sudah menjadi pulau,” ujar dia.
Kebun sawitnya, kata Kristin, juga terdampak oleh limbah yang dibuang oleh perusahaan tambang. Akibat limbah itu, dia mengatakan sawit menjadi menguning lantas mati. Apalagi, dia mengatakan perusahaan juga membuang overburden (OB) tambang ke kebun sawit. “Aturannya kan sebelum buang OB ke tempatnya orang, itu kan pemberitahuan dulu supaya jangan terjadi ada apa-apa di situ. Ini tidak ada sama sekali,” kata dia.
Manajer Humas PT JTN, Muhamad Azmi Azaki, mengakui sebagian kebun sawit warga terkena lumpur satu bulan belakangan. Tapi, dia mengklaim itu disebabkan curah hujan yang lebat. Kepada warga yang tumbuhan sawitnya terdampak, dia mengaku telah menawarkan perbaikan dan ganti rugi. "Tapi warga menolak dan menginginkan seluruh lahannya dibebaskan dengan harga yang mereka tentukan," kata dia kepada Tempo, Senin, 13 Mei 2024.
Pilihan Editor: Diduga Menyerobot Lahan Warga di Paser Kaltim untuk Tambang Batu Bara, Ini Kata PT JTN