TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar mengungkapkan potensi ancaman usai organisasi Jamaah Islamiyah (JI) membubarkan diri.
Aswin mengatakan Jamaah Islamiyah memiliki anggota sekitar 6 ribu orang. Ia enggan menjawab secara gamblang soal potensi munculnya sempalan dari anggota yang tidak setuju dengan pembubaran organisasi tersebut.
"Apakah di sini ada kemungkinan (sempalan)? Ada aja, tapi kita tidak bisa meramalkan atau menjawab seperti itu," kata Aswin saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Densus 88, kata Aswin, akan tetap melakukan asesmen, kontrol, dan evaluasi secara terus menerus terhadap eks anggota JI. Dengan demikian, Jamaah Islamiyah tidak akan kembali pada nilai-nilai organisasi sebelumnya.
Selain itu, pihaknya memastikan pondok pesantren atau ponpes yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah tidak akan terpapar ajaran terorisme. "Densus 88 melibatkan tim ahli dan Kemenag (Kementerian Agama) untuk mengevaluasi kurikulum pendidikan di ponpes-ponpes tersebut," ucapnya.
Potensi Ancaman dari Eks Napiter
"Kami, terus terang, sangat keras terhadap residivisme," ujar Aswin. "Karena memang tantangan terbesar dalam kejahatan ideologis adalah residivismenya."
Ia menjelaskan eks narapidana terorisme (napiter) bisa saja kembali melakukan kejahatan ideologis. Aswin mencontohkan dengan kejahatan non-ideologis. Misalnya, kejahatan karena kebutuhan ekonomi. Setelah kebutuhan ekonominya terpenuhi, ujarnya, kejahatan itu akhirnya ditinggalkan.
"Ini kan kejahatan ideologis, kejahatan atas keyakinan yang dia miliki, mengkafirkan orang, menganggap pemerintah itu thaghut, menganggap aparat-aparat pemerintah itu musuh yang harus diperangi," ucap Aswin.
Oleh sebab itu, ia menegaskan Densus 88 tetap melakukan pemantauan terhadap residivis teroris. "Monitoring kami tetap berjalan," ujarnya.
Pilihan Editor: JATAM Kaltim Demo di Depan Kantor Otorita IKN, Serahkan Penghargaan Perampasan Ruang Hidup