TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah suasana tegang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, 22 Agustus 2024, sastrawan Goenawan Mohamad (GM) tak mampu menahan air matanya saat meluapkan kemarahannya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tangis dan kemarahan GM pecah saat audiensi dengan perwakilan MK, Fajar Laksono, dan Majelis Kehormatan MK (MKMK), Yuliandri berlangsung.
"DPR telah mengakali putusan MK dengan merevisi Undang-undang Pilkada. Jika saya tidak menahan diri, mungkin saya sudah menyerukan revolusi," ujar GM dengan nada penuh emosi sambil menangis. Keputusasaannya makin mendalam saat sastrawan berusia 83 tahun uni menilai bahwa situasi politik Indonesia kini telah melewati batas toleransi.
GM mengkritik keras tindakan DPR dan pemerintah yang dinilai telah melanggar konstitusi dengan merevisi UU Pilkada untuk mengabaikan putusan MK yang baru saja dikeluarkan. Menurut dia, revisi yang dilakukan sehari setelah MK mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 perihal syarat pencalonan kepala daerah ini jelas merupakan upaya untuk menghindari putusan tersebut.
"Biaya revolusi memang tidak sedikit dan kita tidak tahu siapa yang akan membayarnya," ujar dia. Namun, lanjut GM, keadaan saat ini sudah sangat keterlaluan. "DPR yang terus-menerus melawan konstitusi seharusnya dibubarkan."
Revisi UU Pilkada oleh DPR menjadi topik hangat di tengah aksi massa yang menuntut kepatuhan lembaga legislatif itu terhadap putusan MK. Demonstrasi "Kawal Putusan MK" berlangsung sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap sebagai pengingkaran terhadap konstitusi oleh lembaga legislatif.
Forum akademisi, aktivis, budayawan, dan masyarakat sipil inu menilai bahwa pembangkangan DPR terhadap putusan MK adalah bentuk ancaman serius terhadap demokrasi dan konstitusi Indonesia.
Demo ini dilatarbelakangi oleh putusan MK yang sebelumnya memutuskan untuk membatalkan sejumlah undang-undang kontroversial yang disahkan oleh DPR. Namun, DPR dinilai mengabaikan putusan tersebut dan tetap melanjutkan agenda legislatifnya tanpa memperhatikan keputusan MK. Hal ini memicu kemarahan publik dan menjadi salah satu alasan utama dilakukannya unjuk rasa besar-besaran hari ini.
Pilihan Editor: Aksi Kawal Putusan MK Akan Terus Membesar di Seluruh Wilayah Indonesia