TEMPO.CO, Malang - Keberhasilan polisi mengungkap ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tidak lepas dari peran petugas Balai Besar TNBTS. Petugas TNBTS ikut membantu polisi dalam menemukan sejumlah titik ladang tanaman ilegal itu.
Kepala Resor Pengelolaan Taman Nasional (PTN), Yunus Tricahyono, menyatakan Polsek Senduro sempat meminta pertolongan dari pihaknya untuk menyusuri keberadaan ladang ganja di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang pada 18 September 2024.
Menurut Yunus, polisi melakukan pengecekan setelah menangkap dua warga Dusun Pusung Duwur, Ngatio (51 tahun) dan Bambang (32 tahun) sehari sebelumnya. Yunus langsung melapor kepada dua atasannya, yakni Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTPN) Wilayah III Tricahyo Nugroho dan Kepala Bidang PTN Wilayah II Decky Hendra Prasetya.
Setelah itu, Yunus bersama dua petugas TNBTS, Totok Susanto dan Jeffry Aprilyanto, bergabung dengan 20 orang anggota Polres Lumajang dan tujuh orang perangkat Desa Argosari untuk mengecek lokasi. Tim gabungan mulai bergerak ke lokasi pukul 8 pagi. Yunus dan dua rekannya lebih banyak bertindak sebagai pemandu jalan bagi anggota tim lainnya karena memang merekalah yang lebih tahu seluk beluk kawasan hutan TNBTS.
“Alhamdulillah, di hari pertama, dugaan lokasi ladang ganja di wilayah kerja kami terkonfirmasi memang ada. Ada ratusan tanaman ganja yang ditemukan oleh tim gabungan di tiga titik. Besoknya kami jadi pemandu lagi, tapi sudah pakai pesawat drone milik kami,” kata Yunus kepada Tempo, Minggu, 29 September 2024.
Total, kata Yunus, tim gabungan menemukan 320 batang tanaman ganja di tiga titik pada hari pertama itu. Seluruh tanaman ganja dicabut dan dibawa ke Markas Polres Lumajang untuk penyelidikan lebih lanjut.
Pada hari kedua, Kamis, 19 September 2024, tim gabungan menyisir lokasi dengan cakupan lebih luas. Kali ini, Balai Besar TNBTS melibatkan tiga petugas yang bertugas mengoperasikan pesawat nirawak alias drone, yaitu Mahmuddin Rahmadana, Edwy Yunanto, dan Jefry Aprilyanto.
Edwy mengatakan, penggunaan drone itu untuk melakukan penyisiran dan pemotretan udara. Setelah menemukan dan memotret ladang ganja, mereka kemudian membuat laporan dan membuat peta untuk menuju ke lokasi.
“Istilahnya itu proses drone mapping. Dengan drone mapping kami bisa mendeteksi kondisi ladang ganjanya, apakah sudah dipanen atau belum, luasan lahan dan tingginya tanaman ganja, serta kerapatannya, dan lain-lain. Hasilnya lebih jelas dan detail,” kata Edwy kepada Tempo.
Berkat penggunaan drone itu, tim gabungan berhasil menemukan 32 titik lokasi tanaman dengan luasan rata-rata 25 meter persegi per lokasi. Semuanya berada dalam hamparan terbuka bervegetasi semak krinyu dan genggeng.
Selanjutnya, tim kembali menemukan ladang ganja