Awalnya ia meminta sejumlah uang untuk biaya logistik. Tapi ia langsung berhadapan dengan tim sukses lain dan disarankan mundur lantaran ada pertarungan konglomerat papan atas yang turut mensponsori sejumlah kandidat.
Cerita yang hampir sama juga diungkap oleh seorang hakim yang bertugas di MA. Menurut dia, tim sukses salah satu kandidat sering berkumpul di sebuah hotel dekat Monumen Nasional, Jakarta, untuk membahas strategi dan logistik, dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah. Sementara itu, ada konglomerat lain yang juga berusaha menandingi kelompok tersebut. “Dua pengusaha ini kabarnya tak akur,” kata hakim itu.
Kedua pengusaha tersebut diduga cawe-cawe karena memiliki banyak perkara di Mahkamah Agung. Keduanya juga berkonflik hukum hingga melibatkan aparat keamanan dan penegak hukum. Sementara itu, MA merupakan gerbang terakhir tiap putusan. Itu sebabnya mereka berebut pengaruh di MA periode baru. Isu kesukuan juga digunakan dalam persaingan menuju kursi Ketua MA kali ini.
Kendati begitu, Ketua MA Muhammad Syarifuddin hanya tersenyum menanggapi soal ini. Menurut dia, berbagai kabar miring memang selalu muncul menjelang suksesi Ketua MA. “Biasa itu, saat saya naik tahun 2020 juga begitu,” ujarnya kepada Tempo, Jumat, 4 Oktober 2024.
Syarifuddin juga membantah keras adanya campur tangan pengusaha dalam pemilihan ini. Syarifuddin menyatakan para hakim agung memiliki otonomi penuh dalam memilih Ketua MA. “Saya rasa tidak ada yang seperti itu. Karena yang memilih hati nurani hakim masing-masing,” katanya. Ia menduga kegaduhan suksesi bakal mereda seusai pemilihan. “Nanti mereka juga bakal menyatu lagi,” ujarnya.
Riky Ferdianto, Mohammad Khory Alfarizi, Fajar Pebrianto, Sahat Simatupang (Medan), dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ribuan Hakim Cuti Bersama, PN Jakarta Pusat Dukung tapi Tidak Ikut