TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Ketua Mahkamah Agung atau Ketua MA akan digelar pada 15 Oktober 2024. Sedikitnya ada lima nama yang digadang-gadang menjadi kandidat ketua MA di antaranya Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Sunarto, Ketua Kamar Tata Usaha Negara Yulius, Wakil Ketua Non-Yudisial Suharto, Ketua Kamar Pidana Prim Haryadi dan Hakim Agung Kamar Perdata Haswandi.
Bursa pemilihan Ketua Mahkamah Agung mulai memanas dengan munculnya sejumlah isu miring hakim agung. Adapun dua nama kandidat calon Ketua MA yang ramai jadi perbincangan adalah Sunarto dan Yulius. Selain itu, pemilihan ketua MA juga diwarnai dengan dugaan adanya cawe-cawe konglomerat.
Menurut laporan Majalah Tempo berjudul “Ribut Suksesi Pengadil Agung”, ada beberapa tuduhan miring yang mengemuka soal kinerja Sunarto dan Yulius. Sunarto, misalnya, dikaitkan dengan dugaan pertemuan dengan seorang pengacara di Surabaya, Jawa Timur. Ada juga tudingan soal penanganan perkara yang menyeret seorang mantan bupati di Kalimantan Selatan.
Sunarto juga menjadi sorotan karena terseret isu pemotongan honorarium penanganan perkara. Nilainya disebut mencapai Rp 97 miliar selama tiga tahun. Kasus ini kabarnya sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
MA sudah mengeluarkan bantahan tudingan itu lewat keterangan tertulis pada 17 September 2024. “Soal ini sudah ada audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2023 dan tidak ditemukan adanya indikasi penyimpangan,” tulis keterangan itu.
Sementara itu, Yulius mendapat sorotan setelah dia menjadi ketua majelis hakim agung untuk gugatan batas usia calon kepala daerah yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 di MA. Gugatan itu mengubah ketentuan usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, yang disebut-sebut memuluskan jalan bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri pada Pilkada.
Dugaan Cawe-Cawe Dugaan Konglomerat
Pemilihan Ketua Mahkamah Agung kali ini semakin rumit dengan adanya dugaan cawe-cawe dari dua konglomerat besar yang diduga turut bermain. Kepada Tempo, seorang mantan aktivis mengaku pernah mengajukan diri menjadi anggota tim sukses salah seorang kandidat.