TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyoroti pidato perdana Presiden Prabowo Subianto dalam acara pelantikan di Komplek Parlemen Senayan, Ahad, 20 Oktober 2024. Usman menyoroti pidato Prabowo yang menyatakan pentingnya Indonesia bebas dari diskriminasi.
Usman menyatakan pernyataan Prabowo tersebut seharusnya juga mencakup perlindungan tanpa diskriminasi terhadap para pengkritik kebijakan negara. Dia medesak Prabowo segera mencabut atau merevisi peraturan bermasalah yang digunakan untuk memberangus hak asasi manusia termasuk hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai. Dia juga meminta Prabowo segera mengambil langkah untuk memastikan penuntasan kasus berbagai ancaman, serangan, intimidasi dan pelecehan terhadap pembela HAM, aktivis, serta jurnalis dan kantor media.
"Diselidiki dengan segera, secara menyeluruh, dengan tidak memihak, secara independen, transparan dan efektif, dan bahwa mereka yang diduga bertanggung jawab atas hal tersebut diadili sesuai dengan standar peradilan yang adil," kata Usman dalam keterang tertulisnya Ahad, 20 Oktober 2024.
Selain itu, Usman menilai pemerintahan Prabowo memiliki pekerjaan rumah yang berat soal kekerasan aparat terhadap masyarakat yang selama ini kerap tak terungkap secara tuntas. "Tapi kalau memang presiden serius mewujudkan masyarakat tanpa penindasan seperti dalam pidatonya, maka harus ada akuntabilitas dari kekerasan yang dilakukan aparat.," kata Usman.
Pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Prabowo lainnya, menurut Usman, adalah pengungkapan pelanggaran HAM berat masa lalu. Dia mendesak pemerintahan Prabowo untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM berat masa lalu itu tanpa pandang bulu. "Bahkan jika pelanggaran ini diduga melibatkan orang yang menjabat presiden," kata dia.
Amnesty Internasional Indonesia menilai pengusutan pelanggaran HAM berat masa lalu sangat penting bagi korban. Usman menyatakan korban atau pun keluarganya berhak mendapat keadilan dan mengetahui siapa pelakunya, mengapa pelanggaran HAM itu dilakukan dan apa motif di belakangnya. "Yang lebih penting, pengusutan tuntas terhadap pelanggaran HAM berat dan pelakunya dapat mencegah keberulangan di kemudian hari. Ada tindakan tegas negara untuk menghukum pelaku dan tidak membiarkannya begitu saja. Pengungkapan pelanggaran HAM berat bisa memutus rantai kekerasan yang tejadi d negara in sejak negara ini berdiri. Karena kekerasan tidak dibiarkan begitu saja," tulis Usman.
Usman pun menyinggung pidato Prabowo yang menyatakan Indonesia adalah bangsa yang bisa mewujudkan sesuatu yang mustahil. Jika Prabowo menyampaikan hal itu secasra sungguh-sungguh, kata Usman, maka keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu bukan hal yang mustahil.
Menurut dia, Prabowo bisa mengambil langkah awal dengan mendukung proses yudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus kekerasan 1965 dan penghilangan paksa. Selain itu Prabowo juga bisa membuka kembali kasus-kasus yang pernah disidangkan di Pengadilan HAM namun gagal mengungkap pelaku sebenarnya. "Pekerjaan rumah Indonesia di bidang HAM tidak akan pernah selesai sampai negara betul-betul mengungkapnya secara tuntas. Ada proses peradilan yang dijalankan secara independen," kata Usman.
Usman Hamid juga menyoroti pidato Prabowo yang menyinggung soal bangsa yang merdeka. Menurut Prabowo bangsa yang merdeka adalah adalah bangsa yang rakyatnya harus bebas dari ketakutan, kemiskinan, kelaparan, kebodohan, penindasan, dan penderitaan. "Saya pikir Prabowo harus membuktikan terlebih dahulu semua janji yang diucapkan dalam pidato sesuai dengan standar hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Jika dia mengingingkan Indonesia sebagai bangsa yang bebas dari penderitaan maka itu juga berlaku untuk korban pelanggaran HAM berat yang mengingingkan keadilan," kata Usman.
Prabowo Subianto menggelar pidato perdananya sebagai Presiden Indonesia usia menjalani pelantikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada siang tadi. Dalam pidatonya, Prabowo menyinggung berbagai hal. Meskipun demikian, Prabowo tampak tak menyinggung soal penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.