TEMPO.CO, Jakarta - Sidang dugaan korupsi jual beli logam mulia emas Antam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menghadirkan saksi Eksi Anggraeni pada Selasa, 29 Oktober 2024. Perempuan itu adalah broker dalam jual beli antara Antam dengan terdakwa, Budi Said.
Kuasa Hukum Budi Said, Hotman Paris, mencecar Eksi dengan pertanyaan yang diulang-ulang untuk membuktikan transaksi yang dilakukan Budi Said sudah sesuai dengan mekanisme. Menurut Hotman, Eksi sebagai perantara antara Budi dan Antam telah bersepakat tentang pemberian tambahan emas yang dibeli dengan faktur resmi. "Di dalam faktur ditulis harusnya dia (Budi) berhak 180 kilogram, tapi dia baru terima 20 kilogram," kata Hotman.
Eksi mengatakan, penerbitan faktur dan pemberian emas dilakukan secara langsung atau selambat-lambatnya keesokan harinya setelah penerbitan faktur. Selain menggunakan harga promo, penyerahan emas diklaim selalu lebih dari nilai yang tercantum di faktur.
Namun sebelum Eksi menyelesaikan penjelasannya, Hotman Kembali mencecar dengan pertanyaan susulan. Melihat itu, majelis hakim menegur Hotman. "Tunggu dulu Pak penasihat hukum, saudara saksi harus menerangkan apa yang dialami," ujar hakim. Saksi tetap mengatakan tidak ada pembelian emas yang belum diserahkan.
Kasus ini bergulir sejak 2018. Dimulai dengan gugatan Budi Said kepada Antam atas klaim kekurangan penyerahan emas yang ia beli dari Antam. Pada 2022, Budi memenangi gugatan di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Gugatan ini mengharuskan Antam membayar ganti rugi 1.136 kilogram emas batangan kepada Budi. Antam sempat mengajukan Peninjauan Kembali, namun ditolak oleh MA.
Seiring berjalannya waktu Kejaksaan Agung justru mengendus bahwa Budi terlibat kasus korupsi. Budi disebut melakukan kongkalikong dengan beberapa pejabat Antam termasuk Eksi sebagai broker.
Penyidik Kejaksaan mengendus Budi Said telah melakukan pembelian emas Antam di bawah harga. Budi Said didakwa melakukan korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar. Nilai itu dianggap tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.
Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Tak hanya didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, Budi Said disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.