TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mendesak Kejaksaan Agung (Kajagung) memeriksa kementerian lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi impor gula. Menurut dia, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, tetapi juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
“ICW mendesak penyidik melakukan pengembangan kasus. Khususnya untuk menemukan aktor-aktor lain yang diduga terlibat,” ucap Diky dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 30 Oktober 2024.
Selain itu, ICW juga mengingatkan agar Kejagung tidak sekadar menjelaskan konteks perkara korupsi impor gula tersebut secara umum. Tetapi harus menjelaskan soal keterpenuhan unsur pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara. Di sini, penting bagi Kejaksaan Agung mengurai dan mengaitkan unsur pasal dengan kesalahan yang disangkakan,” kata dia.
ICW menekankan bahwa sebenarnya ada dua hal yang perlu dipahami dari kasus korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara. Diky menyebut kategori itu biasanya dapat diketahui bahwa setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat. Dia juga mengatakan tidak semua kerugian negara dikategorikan kejahatan korupsi.
“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” ucap Diky.
Kejagung tetapkan 2 tersangka
Kejagung sebelumnya telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi impor gula ini. Mereka adalah mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau yang biasa dikenal sebagai Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, Charles Sitorus.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan Tom Lembong berperan sebagai pihak yang memberi izin impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. GKM tersebut nantinya akan diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Tindakan itu, menurut Qohar melanggar Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004. Qohar menyatakan impor GKM seharusnya hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, Qohar menyatakan Tom mengeluarkan izin impor itu tanpa berkoordinasi dengan kementerian lainnya.
Sementara Charles Sitorus, menurut Qohar, sempat memerintahkan anak buahnya bertemu dengan delapan perusahaan gula swasta untuk membahas rencana impor gula tersebut. Menurut dia, Tom Lembong menunjuk PT PPI untuk memenuhi kebutuhan dan menstabilkan harga gula nasional pada Januari 2016. Caranya, PT PPI bekerjasama dengan produsen gula yang mendapat kuota impor GKM.
Kejagung juga didesak telusuri Menteri Perdagangan Lainnya
Desakan kepada Kejagung juga datang dari Anggota Komisi Hukum DPR RI, Rudianto Lallo. Politikus Partai NasDem itu meminta Kejagung memeriksa semua Menteri Perdagangan periode 2015-2023 jika benar-benar ingin membongkar korupsi impor gula.
Menurut Rudi, Tom menjadi tersangka korupsi impor gula pada 2015-2023. Padahal, kata Rudi, Tom Lembong hanya menjabat Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016. Setelah Tom, posisi Menteri Perdagangan memang sempat dijabat 4 orang lainnya. Mereka adalah: Enggartiasto Lukita (Juli 2016 - Oktober 2019), Agus Suparmanto (Oktober 2019 - Desember 2020), Muhammad Luthfi (Desember 2020 - Juni 2022), dan Zulkifli Hasan (Juni 2022 - Oktober 2024).
“Kalau Kejaksaan Agung mau fair dan serius mengusut kasus dugaan korupsi importasi gula kristal tersebut, maka seharusnya semua menteri perdagangan yang menjabat selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2023 harus diperiksa sebagai saksi dan diusut dugaan keterlibatannya,” kata Rudi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 30 Oktober 2024.