Dalam rancangan itu, Pemerintah DKI Jakarta tidak mencantumkan target apapun bagi peruntukan Ruang Hijau Publik di Jakarta. "Dalam draf terbaru Perda RTRW yang akan disahkan untuk Jakarta 2030, tidak mencantumkan angka peruntukan ruang publik," kata ketua Walhi Jakarta Ubaidillah ketika dihubungi, Rabu (9/6).
Menurut dia, target sebesar 14 persen yang digenjot Pemda DKI masih belum cukup seimbang dengan keadaan populasi penduduk Jakarta. Sementara, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mengatur bahwa peruntukan ruang hijau bagi publik ditetapkan sebesar 30 persen. Namun dalam catatan Walhi, Jakarta hanya mampu menyentuh angka 9 persen.
Walhi menilai, jika rancangan terbaru itu dibuat tidak transparan, dan melibatkan banyak pihak, tentu, kedepan, populasi Jakarta akan semakin bertambah dan ruang publik kian menyempit.
Bahkan, draf tersebut akan menerapkan kebijakan baru dengan cara membatasi jumlah penduduk sebanyak 10 juta sampai 2030. Hal ini, menurut dia, akan menelan korban seperti penggusuran lahan pemukiman.
Pegiat lingkungan dari Urbane Indonesia menilai, Pemerintah Daerah harus menerapkan prosentasi ideal guna menunjang peruntukan ruang terbuka publik. Berdasarkan teori proporsi tata guna lahan, tiap kota harus menargetkan 30 persen.
"Kalau dibawah 30 persen bisa berbahaya, proporsinya tidak imbang. Ini bisa mempengaruhi (udara)," kata M. Ridwan Kamil ketika dihubungi, Rabu (9/6).
Dia mengatakan, daerah ruang publik hijau yang ideal, dicontohkan seperti taman kota Surapati yang terletak didaerah Menteng, Jakarta Pusat.
Ditengah pemukiman padat, keberadaan taman ditengah kota sangat diperlukan. "Ini merupakan kombinasi dari hutan kota dan ruang hijau publik sehingga masyarakat punya ruang bersosialisasi," kata dia.
APRIARTO MUKTIADI