TEMPO.CO, Jakarta -- Badan Pemeriksa Keuangan mencatat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo punya utang rekomendasi yang belum ditindaklanjuti. Dalam kurun waktu 2009 hingga semester I 2013, tercatat BPK menelurkan 3.140 rekomendasi untuk DKI.
"Nilai rekomendasinya mencapai Rp 454,8 miliar," kata anggota V BPK Agung Firman Sampurna pada Selasa, 29 Oktober 2013. Saat ini, Agung mengatakan baru 63 persen rekomendasi yang dijalankan.
Kemudian ada 23 persen rekomendasi yang belum sesuai meski sudah diperbaiki dan 12 persen rekomendasi belum dilaksanakan. Sisanya adalah rekomendasi yang tidak bisa dilaksanakan.
Menurut Agung, kebanyakan rekomendasi ini merupakan turunan dari hasil temuan BPK yang mencatat ada kerugian negara, potensi kerugian, dan ketidakhematan DKI. Seperti ada pengadaan atau pekerjaan fiktif.
Kemudian, rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan, kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, dan mark up. Selain itu, Agung melanjutkan, aset DKI yang dikuasai pihak lain atau aset yang hilang juga berpotensi merugikan negara.
Kemudian, perilaku tidak hemat juga masih muncul dalam temuan BPK di kurun waktu tersebut. Seperti pengadaan barang yang melebihi kebutuhan serta kualitas dan kuantitas barang tidak sesuai.
Agung menjelaskan beberapa rekomendasi yang diberikan seperti membenahi sistem pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kuncinya adalah tidak molor waktu pengesahan.
Anggaran yang dibahas dalam waktu mepet rawan penyimpangan. Sebab, dalam temuan BPK lainnya, hanya 36 persen dari 431 pemerintah daerah di tahun anggaran 2013 yang tepat waktu. Jakarta termasuk telat.
Pembahasan yang sesuai jadwal akan membuat perencanaan matang dan mengurangi penyimpangan. Selain itu, perlu ada perbaikan sistem tender.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan hasil rekomendasi ini kebanyakan adalah audit pada APBD sebelum ia menjabat. "Tapi memang sudah konsekuensi untuk meneruskan," katanya.
Ia mengatakan akan menjalankan rekomendasi ini secara bertahap. Salah satunya adalah pelaksanaan e-katalog dan e-budgeting.
Tujuan e-katalog ini adalah untuk memangkas tender. Dengan cara ini, belanja barang tidak perlu lewat tender, mirip membeli barang di online shop. Bahkan, bisa lebih transparan dan cepat.
Sedangkan e-budgeting, akan diujikan pada pembahasan APBD 2014. Teknisnya ada sistem yang akan mengunci anggaran mana saja yang tidak diperlukan.
SYAILENDRA
Baca juga:
Nasihat MUI buat FPI dan Jokowi Soal Lurah Susan
Rapat DPR Semalam, Jokowi 'Dibantai' Soal Ria Rio
Ahok: Indonesia Butuh Pemimpin yang Bisa Perang
Dua Lurah Diincar FPI, Wali Kota Jaksel Waspada