TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto meminta Direktur Perusahaan Daerah Pasar Jaya berani menjalankan aturan kerja sama dalam pengelolaan Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Selama itu sesuai aturan, PD Pasar Jaya harus tegas dalam menegakkan hukum," kata Prijanto, Minggu, 30 Oktober 2011.
Perjanjian kerja sama antara PD Pasar Jaya dan PT Priamanaya Djan International, yang diteken pada 2003, dinilai merugikan pemerintah DKI selaku pemilik perusahaan daerah. Sepanjang 2008 hingga 2010, kerugian mencapai lebih dari Rp 300 miliar.
Prijanto berharap Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis tak ciut nyali menghadapi proses hukum. Seperti munculnya tuduhan korupsi di lingkungan Pasar Jaya. Menurut Prijanto, tuduhan itu salah alamat. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Jakarta menunjukkan bahwa tuduhan korupsi itu tak benar. "Hukum harus jadi panglima," katanya.
Langkah Djangga Lubis, seperti dimuat dalam Majalah Tempo edisi pekan ini, telah memutuskan menghentikan kerja sama dengan perusahaan milik Djan Faridz, yang baru saja diangkat menjadi Menteri Perumahan Rakyat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya ingin perjanjian lama diakhiri," kata dia.
Penghentian kerja sama itu berlangsung sejak April lalu. "Jika masih berminat, Priamanaya bisa membuat perjanjian baru yang saling menguntungkan dengan Pasar Jaya," ujar Djangga sembari menambahkan bahwa laporan evaluasi BPKP selaku lembaga audit negara menilai perjanjian waktu penyerahan pengelolaan Blok A tidak tegas, bahkan tak jelas.
Perjanjian menyebutkan Priamanaya berhak mengatur harga jual kios. Priamanaya akan menyerahkan pengelolaan Blok A kepada Pasar Jaya bila penjualan kios telah mencapai 95 persen. Sepanjang persentase itu belum terpenuhi, pengelolaan dikategorikan masih merugi dan DKI hanya mendapat jatah Rp 100 juta per bulan.
Dengan klausul itu, menurut BPKP, Priamanaya bisa mengatur waktu penjualan kios dan menetapkan harga jual tinggi sehingga pedagang sebatas menyewa, bukan membeli. Indikasi ini juga dicium oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Triwisaksana, yang mengaku sering mendapat laporan dari pedagang atas tingginya harga kios. "Mereka tak sanggup beli," katanya.
Djangga selalu menolak transferan dana bagi hasil sebesar Rp 100 juta per April lalu. Penolakan itu berbuntut Djangga malah diperiksa aparat kejaksaan untuk tuduhan korupsi.
Djan kepada Tempo mengatakan, masalah pengelolaan Blok A semata-mata persoalan hukum. Dia yakin Priamanaya pihak yang benar. "Pasar Jaya yang default (menghentikan kerja sama)," kata dia.
Sartono, kuasa hukum Priamanaya, menambahkan, sewa kios memang tidak diatur dalam perjanjian. Tapi penyewaan kios bisa dilakukan lantaran hal itu bagian dari pemasaran. "Ini hak Priamanaya," kata Sartono.
l AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | WURAGIL