TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerima keluhan Lidya, warga Pangkalan Jati, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.
"Pak, saya dimintai uang Rp 20 juta untuk pembuatan sertifikat. Dari proses awal sampai jadi sertifikatnya segitu," kata Lydia kepada Ahok di Balai Kota, Kamis, 2 Maret 2017.
Baca juga: Ahok Bantah Pembagian KJP Pekan Lalu Politis
Padahal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang nilai jual obyek pajaknya kurang dari Rp 2 miliar.
Ahok sebelumnya mengimbau kepada masyarakat yang belum mempunyai sertifikat kepemilikan tanah untuk segera mengurusnya ke Badan Pertanahan Negara (BPN). Tujuannya agar semua warga memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta bisa membayar tanah jika ada pembongkaran.
Lydia ingin membuat sertifikat karena pada 2018 rumahnya akan diratakan dengan tanah. Bangunan rumah Lydia dan sekitarnya dipastikan terdampak akibat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Agar tanahnya diganti pemerintah, ia ingin membuat sertifikat.
"Tahun 2018, rumah saya kena gusur untuk kereta api cepat, makanya saya mau bikin sertifikat. Tapi kok malah dimintai duit segitu, Pak," ujar Lidya.
Simak juga: Resmikan Jakarta Creative Hub, Ahok: Ini Namanya Tempat Les
Mendengar keluhan tersebut, Ahok menunjukkan ekspresi terkejut karena ia telah menerbitkan peraturan gubernur untuk membebaskan biaya pembuatan sertifikat hak milik. Ahok menduga masih ada pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan warga Jakarta untuk membuat sertifikat.
"Bayar Rp 20 juta? Harusnya sertifikat kan sekarang gratis. Buat saya, aneh kalau ada yang masih berani minta duit buat sertifikat," tutur Ahok kepada Lydia. "Nanti orang saya yang urus." Ia pun langsung menunjuk staf ahlinya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
LARISSA HUDA