TEMPO.CO, Jakarta - Larangan operasi angkutan bemo tak membuat surut Ujang untuk tetap mengangkut penumpang. Sopir bemo itu tetap beroperasi seperti biasa di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Padahal Pemerintah DKI Jakarta lewat Dinas Perhubungan telah mengeluarkan aturan larangan operasional bemo di Ibu Kota mulai 6 Juni 2017 lalu.
Ujang, 58 tahun, mengatakan keberatan jika bemo dilarang beroperasi. Ia mengaku akan kehilangan satu-satunya mata pencaharian jika angkutan roda tiga itu dilarang.
"Kalau dilarang saya jelas keberatan. Mau kasih makan istri apa?" katanya saat ditemui Tempo di Bendungan Hilir, Sabtu, 10 Juni 2017.
Ditanya soal tawaran untuk beralih ke Bajaj, Ujang pun mengaku keberatan. "Kalau bajaj lebih susah cari penumpangnya. Apalagi kalau anak sekolah. Kan kasihan ongkosnya jadi berat. Kalau ini kan bisa angkut banyak, rutenya pendek dan harganya terjangkau," katanya.
Simak juga: 110 Tahun Daihatsu: Berawal dari Bemo
Namun Ujang membenarkan adanya tawaran untuk diberikan Bajaj sebagai pengganti. Bahkan, kata Ujang, jika ia berhasil membujuk rekannya ia akan diberikan 10 bajaj.
"Tapi saya tetep nggak mau lah. Kalau mau ada polisi yang bubarin silahkan saja, saya nggak takut. Saya warga asli sini loh," kata dia.
Sementara itu, penumpang Ujang bernama Rokiyah juga menyayangkan adanya kebijakan itu. Menurut dia, kebijakan itu akan merugikan para sopir bemo. "Kasihan sopirnya.Kalau saya sih, kan masih ada alternatif angkutan lain," kata wanita berusia 42 tahun itu saat ditemui Tempo dalam perjalanan.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengeluarkan larangan untuk Bemo beroperasi di Jakarta. Larangan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2017. Selain itu, kebijakan itu juga dikatakan mengacu pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang Transportasi yang menyebutkan bahwa bemo tidak lagi termasuk sebagai angkutan umum.
INGE KLARA SAFITRI