TEMPO Interaktif, Jakarta - PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mulai 1 Desember 2011 mengubah rute perjalanan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dari pola operasi single menjadi pola loop line (jalur lingkar). Pola single itu sendiri sudah diterapkan sejak 2 Juli lalu. "Ini untuk menyederhanakan pola operasi dan mengurangi overlapping di antara rute kereta," kata Kepala PT KAI Daerah Operasi I Jabodetabek, Purnomo Radiq, di Stasiun Juanda, Jakarta, Selasa 22 November 2011.
Menurut Purnomo, dengan rute melingkar ini pertemuan antarkereta bisa dikurangi. "Sehingga tingkat keselamatan lebih tinggi," katanya. Dengan perubahan itu, jumlah rute kereta yang mulanya 37 juga disederhanakan menjadi 6 rute, yaitu Bogor/Depok-Manggarai-Jakarta Kota (PP), Bogor/Depok-Tanah Abang-Pasar Senen-Jatinegara (PP), Bekasi-Jatinegara-Manggarai-Jakarta Kota (PP), Parung Panjang/Serpong-Tanah Abang (PP), Tangerang-Duri (PP), dan Tanjung Priok-Jakarta Kota (PP).
Uji coba rute melingkar ini, kata Purnama, dilakukan pada 1-4 Desember 2011. Selama empat hari itu petugas akan memandu penumpang agar tidak salah naik kereta. “Kami konsentrasikan di lima stasiun yang jadi stasiun transit, seperti Jatinegara, Manggarai, Tanah Abang, Duri, dan Kampung Bandan," katanya.
Perubahan itu juga dibarengi dengan penambahan jumlah perjalanan kereta yang semula 467 menjadi 531 perjalanan. "Distribusi pelayanan penumpang akan lebih merata di semua stasiun," kata Sekretaris Perusahaan PT KCJ Makmur Syaheran. Dia yakin, dengan perubahan ini, target mengangkut 1,2 juta penumpang pada 2019 bisa tercapai.
Agar target itu tercapai, tahun ini PT KCJ mendatangkan 100 unit gerbong dari Jepang. Sebelumnya, gerbong yang dimiliki sebanyak 118 unit. "Bila ditambah dengan armada PT KAI yang ada 386 unit, maka totalnya mencapai 604 unit," katanya.
Menurut Makmur, berdasarkan catatan PT KCJ, dengan pola operasi single, ada peningkatan jumlah penumpang sebesar 4 persen. Dia memperkirakan, jika rute lingkar diterapkan, kenaikannya bisa 10 persen.
Apalagi dengan pola loop line, jarak antarkereta menjadi lebih singkat. Misalnya di jalur Bogor-Manggarai, saat masih single operation, penumpang harus menunggu kereta berikutnya sekitar 10 menit. Sedangkan dengan pola loop line, waktu tunggu diperkirakan hanya 7 menit. “Ke depan, kami berharap hanya 3 menit,” katanya.
Untuk tarif kereta, kata Purnomo, tidak ada perubahan. Hanya, PT KCJ berancang-ancang mengubah sistem tarif pada 2013. "Tak ada lagi kelas, jadi yang berlaku single class, single tariff," kata Purnomo. Rencana itu saat ini sudah disampaikan kepada pemerintah untuk dibahas
Dinda Anggraeni, 24 tahun, pengguna kereta api, berharap pembenahan layanan bukan hanya menyangkut kereta, tetapi juga stasiun. Sebab, dia menilai stasiun-stasiun yang digunakan sebagai tempat transit kondisinya justru semrawut. ”Tangga untuk penumpang naik justru digunakan oleh penumpang yang turun," kata Dinda. Dia juga bingung jika akan berganti kereta. "Karena tidak ada papan pemandu, jadi saya bingung harus naik kereta yang mana.”
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta, Tri Tjahjono, juga mempermasalahkan pembenahan stasiun yang dinilai belum memberi kenyamanan kepada penumpang. Selain itu, dia berharap perubahan itu bisa terintegrasi dengan moda transportasi lain.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | SUSENO
