Dinilai Terburuk, Kota Bekasi Ingin Masukan KPK

Reporter

Kamis, 13 Desember 2012 14:06 WIB

Warga lanjut usia memeriksakan matanya dalam pelayanan kesehatan gratis di Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (31/1). Pemeriksaan diberikan kepada kalangan warga lanjut usia kurang mampu untuk mencegah bertambahnya angka kebutaan di Indonesia, khususnya perkotaan. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Bekasi - Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan hasil “Survei Integritas Sektor Publik 2012” pekan ini. Survei ini berupaya menelusuri akar permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik. Juga mendorong dan membantu lembaga publik mempersiapkan upaya-upaya pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah dan layanan yang rentan terjadi korupsi.

Pelayanan publik di Kota Bekasi dan tiga kota lainnya memperoleh predikat buruk. Bahkan nilainya di bawah 6. Padahal, nilai minimal adalah 6. Pelayanan buruk tersebut meliputi pelayanan kartu tanda penduduk (KTP), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin mendirikan bangunan (IMB). Lihat: Ini 16 Daerah Berintegritas Terburuk di Indonesia dan Soal Pelayanan Publik, 3 Pemda Ini Dinilai Terbaik.

Menanggapi predikat kota terburuk dalam pelayanan publik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemerintah Kota Bekasi menyebutkan kemungkinan adanya penyimpangan oleh pejabatnya di setiap bidang yang dinilai. “Bisa jadi ada penyimpangan pelayanan yang berdampak langsung kepada masyarakat sehingga KPK memberikan nilai begitu,” kata Sekretaris Daerah Kota Bekasi Rayendra Sukarmaji kepada Tempo, Rabu, 12 Desember 2012.

Survei yang digelar pada Juni-Oktober 2012 lalu dilakukan terhadap 498 unit layanan yang tersebar di 20 instansi pusat, lima instansi vertikal, dan 60 pemerintah daerah. Survei ini melibatkan responden pengguna layanan sebanyak 15 ribu orang. Dari jumlah itu, 1.200 responden di tingkat pusat, 8.160 responden di tingkat instansi vertikal, dan 5.640 responden di tingkat pemerintah daerah. Seluruh responden adalah pengguna langsung dari layanan publik yang disurvei dalam satu tahun terakhir.

Menurut Rayendra, Pemerintah Kota Bekasi belum tahu persis indikator penilaian tersebut. Dia belum menerima hasil penilaian secara utuh dari KPK. Jika benar adanya penyimpangan, kata dia, itu di luar sepengetahuan kepala daerah. "Mungkin banyak penyimpangan," kata Rayendra.

Dia menduga penilaian buruk itu terjadi setelah KPK menerima banyak keluhan atau laporan dari warga yang merasa dirugikan atas pelayanan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.

Menurut Rayendra, predikat buruk itu menjadi cambuk untuk memperbaiki sistem pemerintahan ke depan. "Begitu saya terima kabar tentang predikat itu, saya langsung kirim pesan pendek (SMS) kepada semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar berbenah," kata dia. Predikat buruk itu, Rayendra menambahkan, menjadi peringatan bagi Pemerintah Kota Bekasi untuk memperbaiki kinerja.

Pemerintah Kota Bekasi juga akan meminta indikator penilaian KPK untuk masukan perbaikan. "Kami ingin perbaiki penyakitnya," katanya.

HAMLUDDIN

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

12 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

15 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

23 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya