TEMPO.CO, Jakarta - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai pernyataan Wakil Pimpinan KPK Nurul Ghufron yang mempersoalkan daluwarsanya kasus dugaan pelanggaran etik merupakan akal-akalan agar terhindar dari sidang etik.
Sebab, kata Yudi, apabila Ghufron tidak melakukan kesalahan sebagaimana temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK, maka ia seharusnya berani menghadapi sidang etik pada 2 Mei lalu.
"Kenapa enggak dihadapi saja, toh bisa melakukan pembelaan, dia bisa bertanya kepada saksi-saksi di sidang etik, dia juga bisa punya pembela pendamping," katanya kepada Tempo, Sabtu, 4 Mei 2024.
Menurut Yudi Purnomo, ketika Dewas KPK berani menyidangkan etik, maka mereka sudah menganalisis masa daluwarsa suatu kasus. "Kami melihat bahwa Dewas berani menyidangkan karena memang pelaporannya itu terjadi belum setahun. Jadi belum daluwarsa," ujarnya.
Yudi pun mempertanyakan sikap Ghufron yang memilih menggugat Dewas KPK ke PTUN. Sebab, proses hukum di PTUN terbilang lama, yaitu bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan mungkin setahun sampai dengan kasasi.
Dewas KPK seharusnya menggelar sidang etik terhadap Nurul Ghufron pada Kamis kemarin, 2 Mei 2024, tetapi ditunda karena Ghufron tak hadir. Ghufron sendiri menyatakan sengaja tak menghadiri sidang etik itu karena merasa perkara yang melibatkannya itu sudah kedaluwarsa.
Dia menyatakan sedang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Konstitusi soal masa kedaluwarsa tersebut. Ghufron menyatakan Pasal 23 Peraturan Dewan Pengawas No. 4 Tahun 2021 tentang Penegakan Etik menyebutkan masa daluwarsa sebuah laporan adalah satu tahun dari terjadi dan/atau diketahuinya oleh pelapor.
"Peristiwa yang ramai itu terjadi pada 15 Maret 2022, maka mestinya 16 Maret 2023 peristiwa itu sudah expired. Itu dilaporkan pada 8 Desember 2023 dan saya baru diklarifikasi pada 28 Februari 2024, baru tahu bahwa laporan itu mestinya sejak dilaporkan saja sudah expired sehingga Dewas sudah tak berwenang secara waktu untuk memeriksa," klaim Ghufron Kamis kemarin.
Ghufron dilaporkan pelanggaran etik karena diduga menghubungi pejabat di Kementerian Pertanian untuk mengurus mutasi anak dari kerabatnya. Ghufron menyatakan dirinya menilai adanya kejanggalan karena Kementan tak memperbolehkan si ASN untuk mutasi dengan alasan sedang hamil.
Di sisi lain Kementan justru memproses permohonan si ASN untuk mengundurkan diri. “Pada saat itu, ibu itu telpon saya, memang teman saya ibu itu, kok tak konsisten. Mutasi tak boleh tapi resign yang konsekuensi sama-sama mengurangi SDM kok malah dikabulkan,” ujarnya.
Pilihan Editor: 10 Anggota Gengster di Tangsel Ditangkap Setelah Serang dan Lukai 2 Orang di Bintaro