Anak jalanan tertidur di pelataran kios kawasan Terminal Depok, Jawa Barat, (10/6). Pemerintah menargetkan penarikan pekerja anak sebanyak 11.000 orang di seluruh Indonesia dengan mengerahkan 503 orang pendamping di 366 rumah singgah (shelter). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Depok - Depok mengklaim sebagai kota layak anak. Beberapa waktu lalu, kota di selatan Jakarta ini memiliki Peraturan Daerah Kota Layak Anak. Namun sampai saat ini, aturan anyar itu belum bisa mengurangi tingginya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang melibatkan anak. (Baca: Perda Layak Anak di Depok Disahkan 20 Desember)
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Kota Depok Inspektur Dua Bagus Suwardi mengatakan, pada awal tahun ini saja, sudah ada sepuluh kasus yang melibatkan anak ditangani oleh kepolisian. “(Jumlah) ini tinggi sekali,” katanya di Depok, Kamis, 13 Maret 2014.
Menurut Bagus, pada 2011, tercatat ada 18 kasus yang melibatkan anak, sedangkan tahun 2012 ada 14 dan 21 pada 2013. “Jumlah itu yang ditangani oleh kami,” ujarnya. Bagus mengatakan Peraturan Daerah Kota Layak Anak yang disahkan pada Desember tahun lalu belum membawa dampak positif bagi anak. “Justru anak layak diapa-apain,” ujarnya.
Bagus mengatakan banyak kasus yang ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Depok justru tidak diketahui oleh Pemerintah Kota Depok. Padahal Pemkot Depok memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). (Baca: Kekerasan Pada Anak 8 Tahun Di Depok)
Perangkat kota itu, kata Bagus, hanya menangani masalah-masalah menonjol, seperti kasus penusukan siswa sekolah dasar pada 2012. "Mereka mendampingi karena memang sudah ramai," ujarnya.
Dari 48 kasus anak sejak 2011, 28 kasus di antaranya adalah pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan 51 korban dan 42 tersangka yang juga di bawah umur.