Terdakwa musisi Ahmad Dhani bertanya kepada salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Juli 2018. Sebelumnya, Dhani dilaporkan Jack Boyd Lapian atas tuduhan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan dikenakan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2). TEMPO/Nurdiansah
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang lanjutan perkara ujaran kebencian dengan terdakwa Ahmad Dhani digelar dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin 16 Juli 2018. Ahli yang dihadirkan jaksa adalah Ahli Bahasa Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Suryontoro.
Suryontoro diminta mengkaji cuitan Dhani di media sosial Twitter yang didakwa sebagai ujaran kebencian. Menurut Suryantoro, itu semua jelas merujuk kepada mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Dari sisi konteks pada saat itu sedang pilkada, maka menurut saya maknanya sudah jelas,” ujarnya dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Suryontoro menuturkan mengggunakan kajian Teks, Koteks, dan Konteks dalam analisanya. Dia menjelaskan, sebuah teks lahir dari konteks. Konteks yang ada di balik cuitan Dhani, dia menerangkan, adalah kasus Ahok yang didakwa sebagai penista agama Islam pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dalam kesaksiannya itu, Suryontoro berpendapat, tiga cuitan Ahmad Dhani tentang penista agama dalam rentang Februari-Maret 2017 merupakan satu rangkaian. Ketiganya berada dalam satu konteks yang sama. “Konteksnya kan Pilkada 2017,” katanya.
Suryontoro menambahkan, ada penguatan ujaran kebencian dari Ahmad Dhani terhadap Ahok. Suryontoro menunjuk penggunaan huruf kapital oleh Ahmad Dhani dalam kalimat yang dicuitkannya 6 Maret 2017: Siapa saja yang dukung Penista Agama adalah Bajingan yang perlu diludahi mukanya - ADP
Menurut Suryontoro, dalam kaidah Bahasa Indonesia, penggunaan huruf kapital berarti definit, atau dapat dipastikan. Itu artinya, dalam cuitan Dhani, kata penista agama dengan huruf awalan kapital jelas ditujukan pada pihak tertentu.
Ahmad Dhani didakwa menyebarkan kebencian dan didakwa dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dia terancam hukuman enam tahun.
Ada tiga cuitan yang menyeret Ahmad Dhani ke meja hijau yakni yang dibuatnya 6 dan 7 Maret 2017. Seluruhnya menyebut Ahok, gubernur, dan penistaan agama.