Pencabutan Izin Reklamasi, 5 Hal Penting yang Perlu Diketahui
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Sabtu, 29 September 2018 05:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin prinsip di 13 pulau reklamasi disambut warga miskin dan nelayan. Penghentian reklamasi Teluk Jakarta ini merupakan pemenuhan janji kampanye Anies dalam Pilkada DKI 2017.
Baca: Ini Pemberian Pengembang Reklamasi Era Ahok yang Dicatat Anies
Berikut lima hal penting pencabutan izin 13 pulau buatan.
1. Rekomendasi dari BKP Pantura
Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BKP Pantura) berperan melakukan verifikasi terhadap izin di 13 pulau reklamasi. Atas kinerja Badan itu, Anies memutuskan mencabut izin prinsip 13 pulau.
Badan yang dibentuk melalui Peraturan Gubernur Nomor 85 tahun 2018 itu sempat diragukan akan melanjutkan reklamasi. Namun, Anies menjawab keraguan itu saat mengumumkan pencabutan izin reklamasi. "Badan bisa mengeluarkan izin, tapi badan juga bisa mencabut izin," kata Anies.
<!--more-->
2. Desakan Segera Bikin Payung Hukum
Kuasa hukum Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) Tigor Hutapea mendesak Anies segera menyusul Raperda untuk mengunci kelangsungan reklamasi. Dia khawatir akan manuver pemerintah pusat yang tengah merevisi Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Jabodetabekpunjur.
"Yang kita takutkan itu tiba-tiba Jabodetabekpunjur mengatur juga 12 mil," kata Tigor.
Pemerintah DKI diminta untuk mengamankan wilayahnya dari reklamasi, yakni 12 mil laut seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2013. Menurut dia, penghentian reklamasi bisa dilakukan dengan membentuk payung hukum berupa Raperda.
3. Tidak berarti reklamasi berhenti total
Pemerintah DKI tidak akan mengusir pengembang di tiga pulau reklamasi yang sudah terlanjur dibangun, yakni C, D dan G. Anies mengatakan pemanfaatan pulau itu bakal diatur dalam rancangan peraturan daerah (Raperda).
Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) tiga pulau itu akan jadi milik pemerintah setelah pulau rampung dibangun. Sebelumnya, engembang Pulau D, PT Kapuk Naga Indah, telah mengantongi sertifikat hak guna bangunan di atas HPL selama 30 tahun.
Menurut Saefullah, sertifikat hak guna bangunan itu pun tak akan dianulir. Tapi, pengembang diwajibkan membangun fasilitas publik, seperti rumah susun dan dermaga nelayan. Dalam perjanjian kerja sama, pemerintah DKI juga mengizinkan 55 persen lahan pulau reklamasi diusahakan secara komersial. "Sisanya untuk masyarakat," kata Saefullah.
<!--more-->
4. Rawan Gugatan
Ketua Fraksi NasDem di DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus menilai langkah Anies mencabut izin 13 pulau reklamasi prematur. Menurut dia, Perpres Nomor 52 Tahun 1995 hanya menyebutkan wewenang Gubernur untuk menerbitkan izin reklamasi, tapi tidak untuk membatalkan. Karena itu, Bestari mengatakan keputusan Anies itu rawan digugat.
"Saya agak meyakini kalau terjadi gugatan maka pemprov yang akan kalah," katanya. Namun, Anies sebelumnya telah menyatakan Pemerintah DKI siap menghadapi gugatan dari pengembang.
5. Pemerintah DKI tidak ikut campur sengketa jual-beli pengembang dan konsumen
Anies mengatakan pemerintah DKI tidak punya andil dalam kegiatan jual-beli antara pengembang dan konsumen di pulau reklamasi. Terhadap masalah yang muncul dari aktivitas jual beli properti di pulau buatan itu, Anies menyarankan untuk diselesaikan secara hukum.
Baca: Cerita Nelayan Menanti Gebrakan Anies di Reklamasi Teluk Jakarta
"Transaksinya antara kontraktor dengan pembeli, nah itu selesaikan," kata Anies Baswedan.