Kaca yang retak akibat terkena tembakan peluru di ruangan anggota DPR Totok Daryanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 17 Oktober 2018. Polisi menyatakan peluru yang ditemukan di lantai 10 dan lantai 20 gedung DPR itu bukan berasal dari peristiwa penembakan baru dan merupakan rentetan dari peristiwa yang terjadi pada Senin (15/10) ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Pemasangan kaca anti peluru untuk gedung DPR RI dianggap wacana yang tidak berlebihan. Kaca anti peluru semakin dibutuhkan karena peritiwa peluru nyasar dari Lapangan Tembak yang berulang kali terjadi.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Badan Urusan Rumah Tangga DPR RI, Anthon Sihombing, ketika ditemui di kompleks Gedung DPR, Senayan, 18 Oktober 2018. Dia berharap wacana pemasangan kaca anti peluru tidak ditanggapi berlebihan oleh kalangan di luar DPR RI.
"Biasa sajalah, gedung-gedung departemen juga banyak yang pakai kaca anti peluru, kenapa kok kalau Gedung DPR langsung sewot,” kata Anthon sambil menambahkan, “Seperti tabu.”
Polisi mengawal tersangka saat rekonstruksi insiden peluru nyasar ke gedung DPR di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018. Kedua tersangka diketahui menambahkan alat bernama Switch Customizer pada pistol Glock 17 yang digunakannya. TEMPO/Subekti.
Athon menjelaskan bahwa langkah awal BURT adalah mengadakan rapat dengan pihak lain yang bisa menutup Lapangan Tembak Senayan. Jika upaya itu tidak membuahkan hasil, opsi pemasangan kaca anti peluru akan dikedepankan sebagai upaya perlindungan anggota dewan dan karyawan lainnya.
Menurutnya peluru nyasar yang diduga akibat latihan tembak Senin lalu sudah terjadi kesekian kalinya. Peristiwa terbaru didapati lewat temuan lima proyektil dan enam lubang di kaca jendela di beragam lantai Gedung Nusantara I.
"Kalau lapangan tembak itu tak ditutup juga, ya apa salahnya kami pasang (kaca anti peluru),” kata Anthon.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
4 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.