Cerita Korban Tsunami Selat Sunda, Firasat Datang Lewat Bisikan
Reporter
Muhammad Kurnianto (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 24 Desember 2018 09:05 WIB
TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Di antara wisatawan korban tsunami Selat Sunda adalah pasangan suami istri asal Ciputat, Tangerang Selatan, yakni Chattra Mahottama dan Afrian Syafitri. Afrian Syafitri, 26, tewas, sedang Chattra luka-luka digulung gelombang laut yang datang tiba-tiba pada Sabtu malam, 22 Desember 2018.
Baca berita sebelumnya:
Cerita Rombongan RSUD Tarakan Korban Tsunami Selat Sunda
"Mereka mengunjungi villa keluarga di Pantai Carita di Pandeglang, Banten," kata Abdul Hamid, ayah dari Afrian Syafitri, ketika ditemui di rumah duka di Perumahan Bukit Nusa Indah, Ciputat, Minggu malam 23 Desember 2018.
Menurut Hamid, ia menerima kabar tersebut saat berada di Batam, Kepulauan Riau. Dia langsung bergegas datang ke rumah di Bukit Nusa Indah, Jalan Jati, Rt 05 Rw 016, Kelurahan Serua, Ciputat, segera setelah menerima kabar itu.
Hamid bergegas karena setelah beberapa hari sebelum ada kabar itu dirinya sudah resah. Sejumlah firasat buruk menghampirinya begitu tahu anaknya pergi liburan. "Firasat pertama saya tidak mau sarapan, enggak bisa tidur cepat dan perasaan lemas, pikiran tidak ada tujuan," ujarnya.
Baca juga:
Anies: Biaya Warga DKI Korban Tsunami Selat Sunda Ditanggung Pemda
Hamid juga mengatakan, terdapat firasat yang membuatnya bertanya-tanya. Yakni selepas pulang kerja di Batam, sedang mengendarai motor, ia mendengar suara Syafitri seperti berbisik memanggil dirinya, 'Ayah'.
<!--more-->
"Setelah mendengar suara anak saya, kemudian saya pinggirkan motor, menoleh kanan kiri tidak ada orang, tapi saya tahu betul itu suara Syafitri. Saya berpikir ada apa?" katanya becerita dengan mata berkaca- kaca.
Baca:
Tsunami Selat Sunda, Nasib Karyawan RSUD Ciawi Juga Belum Diketahui
Menurut Hamid, Syafitri berencana untuk pulang ke Batam menemui keponakannya. Kepada Hamid, Syafitri mengatakan ingin sekali menggendong keponakannya yang masih berumur tiga bulan. Pada saat itu pun, ketika melakukan komunikasi lewat video, Hamid sudah resah.
"Di lihat wajahnya lain, mukanya beda seperti kemerahan tapi bersih seperti bersinar gitu," ujarnya.
Hamid mengenang putrinya itu sebagai pribadi yang supel dan tidak pernah membantah orang tua. Syafitri adalah anak kedua Hamid. "Anaknya sangat baik, enggak neko-neko," katanya yang tidak pernah menduga sang putri akan menjadi korban tsunami.