Tersangka penyebar hoax tujuh kontainer surat suara tercoblos berinisial MIK (tengah) menutupi wajahnya ketika digelandang polisi menuju mobil tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 11 Januari 2019. MIK dijerat dengan UU ITE terkait ujaran kebencian juga penyebaran hoax, yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti memastikan organisasinya tak memberi bantuan hukum kepada MIK, 38 tahun, seorang guru di Cilegon yang ditangkap karena diduga menyebarkan hoaks surat suara tercoblos. “Karena dia bukan anggota FSGI,” kata Retno melalui telepon, Sabtu, 12 Januari 2018.
Retno mengatakan, kasus MIK ini turut menjadi perhatian FSGI. Namun federasi hanya mengawasi dan mengimbau kepada para guru agar tak terjadi kejadian serupa di lain hari.
Perkara MIK ini bermula dari cuitannya di Twitter. Melalui akun @chiecilihie80, MIK menyebarkan kabar tentang tujuh kontainer berisi 80 juta surat suara di Tanjung Priok. Tulisan itu ditujukan kepada koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak.
"DI TANJUNG PRIOK ADA 7 KONTAINER BERISI 80JT SURAT SUARA YANG SUDAH DICOBLOS. HAYO PADI MERAPAT PASTI DARI TIONGKOK TUH,” tulis MIK. Polisi menyertakan bukti tangkapan layar kicauan itu disertai rekaman suara saat membekuk MIK.
Kepada polisi, MIK mengaku mengunggah cuitan itu untuk memberi informasi kepada kubu pasangan calon nomor urut 02. Dengan alasan itu polisi kemudian menelusuri relasi MIK dengan tim sukses salah satu pasangan calon presiden.
Menurut Retno, perkara yang melilit MIK ini bukanlah kasus pertama. Sebelumnya, seorang guru di Probolinggio, Jawa Timur, juga ditangkap karena diduga menyebar hoaks. Ia mengunggah foto editan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama sejumlah tokoh PDIP menghadiri sebuah acara di meja yang bergambar lambang PKI.