Lima Pendapat Hukum untuk Anies Soal Swastanisasi Air Adalah ...
Reporter
Gangsar Parikesit
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 23 Januari 2019 10:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta direkomendasikan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung menghentikan kebijakan privatisasi air bersih di DKI. Namun Anies tidak bisa melakukannya dengan langsung memutus kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.
Baca:
Ahok Memaki Gugatan Swastanisasi Air ke Pengadilan, Alasannya ...
Anies Cerita Kendala Penuhi Keputusan MA Soal Swastanisasi Air
Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum bentukan Anies telah meminta lima pendapat hukum untuk langkah tersebut. Hasilnya didapatkan bahwa putusan MA tidak membatalkan kontrak kerja sama.
“Jadi bagaimana caranya mengambil alih dengan mempertimbangkan PKS (perjanjian kerja sama) yang masih ada?” kata anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Tatak Ujiyati, melontar tanya dalam Koran Tempo, Rabu 23 Januari 2019.
Termasuk yang dimintai pendapat hukum adalah jaksa pengacara negara (JPN). Pada 23 Januari 2018, jaksa menyatakan perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan Palyja serta Aetra tidak secara tegas dinyatakan batal oleh Mahkamah. Namun dalam putusan Mahkamah itu terdapat perintah untuk menghapus privatisasi air dan mengembalikan pengelolaan air minum sesuai dengan undang-undang.
Jaksa pengacara negara Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sri Astuti, membenarkan telah mengeluarkan pendapat hukum ihwal putusan Mahkamah itu. “Yang minta legal opinion itu PAM Jaya,” ujarnya. Kejaksaan kembali menyampaikan pendapat hukum serupa dalam diskusi kelompok terpumpun yang digelar Tim Evaluasi pada 27 September 2018.
Baca:
Putus Kontrak Swastanisasi Air? Anies Terancam Denda Rp 1,9 Triliun
Tatak menambahkan, Tim Evaluasi juga telah menyiapkan pelbagai opsi yang bisa ditempuh pemerintah DKI untuk menghentikan privatisasi air tersebut. Namun dia belum bisa merincinya. “Nanti akan disampaikan oleh Gubernur,” kata dia.
<!--more-->
Kuasa hukum Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta, Arif Maulana, menuturkan pemerintah DKI tidak perlu lagi membahas pendapat hukum soal putusan Mahkamah itu. Sebab, putusan Mahkamah sudah jelas bahwa privatisasi air sangat merugikan pemerintah DKI dan warga Ibu Kota.
Baca berita sebelumnya:
Tak Hentikan Swastanisasi Air, Anies Didesak Jalankan Putusan MA
Menurut Arif, kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra seharusnya batal karena perjanjian itu bertentangan dengan konstitusi. Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Air ini seharusnya dikelola oleh negara, bukan swasta. Putusan MK ini harus dijadikan pegangan oleh pemerintah DKI,” ujar Arif.
Arif pun tetap meminta Gubernur Anies melaksanakan putusan Mahkamah dengan mengambil alih pengelolaan air dari Palyja dan Aetra. Pengambilalihan itu, menurut dia, cukup dengan membatalkan perjanjian kerja sama dengan Palyja dan Aetra, bukan dengan membeli saham milik dua operator air itu.
Baca juga:
Swastanisasi Air, Anies Baswedan Pastikan DKI Tak Ikuti Kemenkeu
Gubernur Anies juga mengatakan akan melaksanakan putusan Mahkamah itu. “Arahnya, kami ingin melaksanakan putusan MA. Bahkan, tanpa putusan MA pun, keinginan saya membangun jaringan air untuk setiap rumah tangga di Jakarta,” kata Anies. Namun Anies belum menjelaskan kapan dan dengan cara apa putusan Mahkamah Agung itu akan dilaksanakan.