Perkiraan utang itu berasal dari kewajiban PAM Jaya menanggung shortfall alias selisih biaya produksi dan penerimaan operator swasta. “Dengan pembelian saham itu, secara tak langsung PAM Jaya menghapus potensi utang,” katanya.
Baca juga:
Swastanisasi Air, Anies Baswedan Pastikan DKI Tak Ikuti Kemenkeu
Adapun untuk Aetra, menurut anggota Tim Evaluasi, mekanisme pembelian saham tidak cocok. Sebab, Aetra memiliki utang kepada pihak lain. Utang itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah DKI bila membeli saham Aetra.
Opsi lain yang bisa ditempuh, menurut anggota Tim Evaluasi, ialah pemutusan kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Namun pemutusan kontrak di tengah jalan itu berpotensi menimbulkan denda sekitar Rp 1,9 triliun. Adapun perjanjian kerja sama PAM Jaya dengan operator swasta itu baru berakhir pada 2023.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Bambang Harymurti, tidak membenarkan ataupun menyanggah informasi itu. “Biar gubernur yang memutuskan,” kata dia. Adapun anggota Tim Evaluasi lainnya, Nila Ardhianie, memilih irit berkomentar. “Tunggu dulu, waktu kerja tim masih ada untuk finalisasi,” kata dia.
Baca:
Ahok Memaki Gugatan Swastanisasi Air ke Pengadilan, Alasannya ...
Anies Cerita Kendala Penuhi Keputusan MA Soal Swastanisasi Air
Opsi pembelian saham sebenarnya tidak baru. Rencana ini pernah dibuat di era Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Rencana saat itu terhambat proses gugatan oleh koalisi terhadap Palyja di pengadilan.