Buni Yani Bakal Dieksekusi, Ini Perjalanan Kasusnya
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Kamis, 31 Januari 2019 09:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus ujaran kebencian Buni Yani akan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung untuk menunda eksekusinya. Kejaksaan Negeri Kota Depok berencana mengeksekusi Buni Yani pada Jumat 1 Februari 2019 setelah kasasi Buni ditolak MA.
Baca: Terancam Penjara 1,5 Tahun, Buni Yani Minta Fatwa Mahkamah Agung
Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.
Buni dilaporkan ke polisi atas unggahan video tersebut. Buni dinyatakan bersalah telah mengubah video pidato bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Kepulauan Seribu. Pengadilan Negeri Bandung memvonis Buni bersalah dan menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara pada 14 November 2017.
Atas vonis tersebut Buni Yani kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Namun PT Jawa Barat menguatkan vonis Buni Yani di PN Bandung. Dia kemudian mengajukan kasasi ke MA, namun ditolak pada 24 November 2018.
Buni Yani menuding kejaksaan telah melampaui kewenangannya dalam eksekusi tersebut, setelah MA menolak kasasinya. "Mereka melampaui wewenang, mereka mengarang sendiri kalau mau memasukkan saya ke penjara,” kata dia dihubungi Tempo, Rabu, 30 Februari 2019.
Berikut sejumlah fakta yang Tempo himpun terkait dengan perkara yang menjadikan Buni Yani menjadi terdakwa kasus ujaran kebencian:
1. Tak Ditahan
Polisi memutuskan tidak menahan Buni Yani, tersangka kasus penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan SARA. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono di Markas Polda Kamis, 24 November 2016.
<!--more-->
Awi menjelaskan, berdasarkan alasan obyektif dan subyektif, polisi memutuskan tidak menahan Buni Yani. "Dengan alasan obyektif, dia bersikap kooperatif, dia jawab semua pertanyaan penyidik," kata Awi.
Berdasarkan alasan subyektif, polisi menilai Buni Yani tidak berpotensi kabur dan dia diharapkan tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu, barang bukti telah dikantongi polisi dan tidak berpotensi dihilangkan.
"Oleh karenanya, polisi tidak melakukan penahanan. Kami juga akan mencegah yang bersangkutan ke luar negeri selama 60 hari," ucapnya.
2. Kasasi Ditolak, Kejari Depok Akan Eksekusi Buni Yani
Pengadilan menyatakan dia bersalah Pasal 32 ayat1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal itu mengatur soal orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, dan menyembunyikan suatu informasi elektronik.
Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat, akan mengeksekusi Buni Yani pada Jumat, 1 Februari 2019, setelah kasasinya ditolak. Buni Yani menganggap rencana eksekusi oleh kejaksaan tidak sesuai prosedur hukum. Dia menuding kejaksaan telah melampaui wewenang karena tidak merujuk pada putusan kasasi.
Menurut Buni putusan kasasi tidak menjelaskan bahwa dirinya harus ditahan. Putusan kasasi, kata dia, juga tidak menjelaskan bahwa putusan pengadilan terhadap dirinya kembali ke vonis di PN Bandung.
Dia mengatakan keputusan itu hanya menyebutkan bahwa MA menolak kasasi yang diajukan oleh dirinya dan jaksa penuntut umum. MA juga mewajibkan Buni Yani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000. “Di situ tidak disebutkan saya harus ditahan,” ujarnya.
<!--more-->
3. Sumpah Muhabalah
Sebuah video berisi sumpah mubahalah atau sumpah kutukan yang dilakukan, Buni Yani, beredar di YouTube. Video berdurasi 1 menit 33 detik tersebut diunggah Buni untuk merespons putusan Mahkamah Agung yang tak mengabulkan kasasinya.
“Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya tidak memotong mengedit, mengubah, mengurangi, menambahkan video pidato bapak Ahok yang ada di Kepulauan Seribu,” kata Buni dalam tayangan tersebut.
Adapun dalam tayangan yang diunggah di YouTube, Buni menyebut sumpah bila ia berbohong, maka akan kena azab saat itu juga. Ia berkenan dilaknat dan dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Hal itu, ujar dia, juga akan menimpa keluarganya.
Namun, bila yang terjadi sebaliknya, ia mengatakan azab akan menimpa semua orang yang menuduhnya. Termasuk, kata dia, buzzer, polisi, jaksa, dan hakim. Dalam tayangan terakhir video itu, ia menginginkan orang-orang ikut serta menyebar videonya.
Sepanjang mengucapkan sumpah, Buni tampak mengacungkan salah satu jarinya. Ia juga tampil mengenakan baju koko dan peci di video itu.
<!--more-->
4. Berharap Prabowo-Sandi Menang Agar Tak Dihukum
Buni Yani bergabung dengan Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga. Dalam timses Prabowo itu, Buni Yani masuk sebagai anggota tim penggerak media.
Buni mengaku telah menjadi korban kriminalisasi atas tuduhan ujaran kebencian yang menimpanya. Kasus itu bertalian dengan peristiwa penistaan agama yang membelit Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga masuk bui.
Baca: Berikut Isi Salinan Putusan MA Penolakan Kasasi Buni Yani
Atas peristiwa itu, Buni Yani merasa dizalimi karena divonis 1,5 tahun penjara. Dengan bergabung ke timses Prabowo - Sandiaga, Buni menganggap akan memperoleh kesempatan untuk menuntut keadilan. Ia juga mengatakan tak akan membiarkan Jokowi menang. "Pak Prabowo harus menang. Kalau enggak, nanti saya masuk penjara 1,5 tahun," ujar Buni.