Perjalanan Tarik-ulur Penentuan Cawagub DKI Selama 6 Bulan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 14 Februari 2019 05:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta telah resmi kosong sejak Sandiaga Uno mundur dari jabatannya mendampingi Anies Baswedan pada Agustus 2018 lalu. Sandiaga melenggang sebagai calon wakil presiden bersanding dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Baca juga: Dua Cawagub DKI Tak Sempurna, Tim Seleksi: Rahasia Parpol
Surat pengumuman pengunduran diri Sandiaga secara resmi ia bacakan pada 27 Agustus 2018 di hadapan seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI.
Setelah kursi Sandiaga lowong, dua partai pengusung Anies dan Sandiaga, yakni Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, memiliki hak mengajukan nama bakal calon wakil gubernur.
Sesuai mekanisme, dua partai ini lantas bertemu untuk membahas pencalonan. Namun, dalam perjalanannya, pencalonan Wagub DKI menuai polemik. Penetapan nama cawagub DKI tak kunjung mencapai kesepakatan lantaran alotnya rembukan jatah kursi antar-dua partai.
Setelah hampir enam bulan, berikut ini lika-liku tarik ulur penetapan Cawagub DKI.
- Gerindra berkukuh ajukan calon
Partai Gerindra berkukuh mengajukan nama calon, yakni kala itu M Taufik. Padahal, sejumlah politikus PKS menilai kursi Wagub DKI mutlak menjadi hak PKS.
Juru bicara DPP PKS Muhammad Khalid, pada Agustus 2018 lalu, menyatakan partainya memiliki kesempatan lebih leluasa untuk mengajukan nama. “Anda bisa terjemahkan sendiri, ketika PKS sudah tidak cawapres, tentunya kesempatan lebih diberikan pada PKS, wagub,” ujarnya.
Untuk menurunkan tensi lantaran perembukan yang tak kunjung kelar, Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Gerindra lantas bersepakat memberikan jatah kursi untuk PKS. Namun, sebulan kemudian, pada September 2018, DPD Partai Gerindra DKI Jakarta resmi mengusulkan ketuanya, yaitu M Taufik, sebagai calon wagub DKI Jakarta. Taufik menyatakan menolak memenuhi kesepakatan yang pernah ditekennya tentang wagub DKI pengganti Sandiaga Uno.
<!--more-->
Sementara itu, PKS telah mengusung dua nama. Kandidat partai mereka ialah mantan Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu, dan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta Agung Yulianto.
- Gerindra tolak ada kesepakatan dengan PKS
Wakil Ketua Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan, pada September lalu, belum ada kesepakatan yang dibahas dalam rapat dewan pimpinan pusat dan dewan pembina kedua partai soal jatah mutlak untuk PKS. Pernyataan itu menyusul penetapan M Taufik sebagai cawagub DKI Jakarta kala itu.
- Muncul nama selain M Taufik di Gerindra
Jalan tiga bulan kursi cawagub kosong, penentuan nama pengganti Sandiaga Uno belum jua menemui titik cerah. Malah, dalam perkembangannya, muncul isu nama-nama baru yang akan dicalonkan dari Partai Gerindra. Pada akhir September lalu, santer beredar Rahayu Saraswati atau Sara Djojohadikusumo akan dicalonkan oleh Gerindra.
Kemunculan nama Sara dalam bursa Cawagub DKI Jakarta semakin terang saat diusung dua sayap partai. Sayap Partai Gerindra, KIRA dan TIDAR, disebut mendukung Sara melenggang dalam kontestasi."Mbak Sara diusulkan sebagai alternatif Wakil Gubernur DKI," ujar politikus Gerindra, Andre Rosiade, Selasa sore, 25 September 2018.
Sara Djojohadikusumo telah membenarkan adanya dukungan yang mengalir kepadanya tersebut. Perempuan kelahiran 1986 yang kini duduk di Komisi VIII DPR RI ini adalah keponakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Tapi alasan yang diterimanya untuk dukungan itu disebutkannya sebatas faktor sejarah, bahwa belum pernah ada perempuan menjadi Wagub DKI Jakarta.
- Gerindra beri kursi Cawagub DKI untuk PKS
Setelah perundingan alot, Gerindra akhirnya memberikan kursi cawagub kepada PKS. Kesepakatan ini berdasarkan pertemuan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DKI Jakarta pada Oktober lalu. "Sudah disetujui dua partai," kata Wakil Ketua DPRD Jakarta dari Fraksi PKS, Triwisaksana, di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Oktober 2018.
<!--more-->
- Babak baru, fit and proper test
Setelah tercetus dua nama cawagub DKI, agenda uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test dua calon mulai dicanangkan. PKS sebelumnya menilai fit and proper test tidak perlu dilakukan. Namun, setelah berunding kembali, agenda ini dianggap perlu.
Sedianya, PKS dan Gerindra akan bertemu pada 4 Desember lalu untuk membahas agenda ini. Alih-alih bersemuka, Gerindra malah mengundur perjumpaan tersebut. Walhasil, jadwal uji kelayakan dan kepatutan cawagub lagi-lagi molor.
Pada akhir Desember, badan fit and proper test baru terbentuk dari Gerindra, yakni Syarif dan ahli dari LIPI yakni Siti Zuhro. Sedangkan dari PKS, badan ini dibentuk menyusul.
- Cawagub berkembang menjadi tiga nama
Pada awal Januari, dua nama Cawagub DKI berkembangmenjadi tiga nama. PKS telah memasukan Abdurahman Suhaimi dalam bursa kontestasi. Suhaimi dipastikan akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. PKS tak menggamblangkan partainya menyorongkan Suhaimi, yang kini menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRD Jakarta.
Baca : Cawagub DKI, Anies: Begitu Nama Sampai, Langsung Kirim ke DPRD
- Mengerucut dua nama setelah uji kelayakan
Rangkaian uji kelayakan telah dimulai sejak 27 Januari. Tim panelis menguji tiga kandidat nama cawagub. Pada 11 Januari, tim mengajukan dua nama yang lolos tes uji. Dua nama ini dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta untuk dipilih. Nama yang mendapat suara terbanyak akan menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Humas DPW PKS DKI Jakarta Zakaria Maulana Alif mengatakan rangkaian tes memperoleh nama cawagub kali ini tak biasa. "Ini memang luar biasa, satu-satunya mungkin ya, pemilihan cawagub yang asesment-nya sampai luar biasa begini," katanya pada 8 Februari lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | LANI DIANA | M JULNIS FIRMANSYAH