Kondisi udara di dekat Stadion Gelora Bung Karno yang penuh dengan kabut dan asap polusi di Jakarta, 27 Juli 2018. Bila dilihat dari aplikasi pemantau kualitas udara AirVisual pada Jumat, 27 Juli 2018, indeks kualitas udara (AQI) secara real time ada di urutan tiga dengan skor 161. REUTERS/Beawiharta
TEMPO.CO JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak keberatan dengan rencana Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia untuk menggugat pemerintah DKI terkait kualitas udara yang buruk.
"Enggak apa-apa sih," ujar Anies Baswedan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Ahad 14 April 2019.
Anies mengakui bahwa kualitas udara Jakarta memang kotor, terutama disebabkan oleh polusi asap kendaraan. "Memang kotor, yang ngotorin kita semua, jadi memang harus ada perubahan."
Hari ini, LBH Jakarta dan YLBHI mulai membuka pos pengaduan calon penggugat pencemaran udara Jakarta. Dua lembaga tersebut menilai kualitas udara Jakarta sangat buruk dan akan mengancam kesehatan masyarakat. Padahal hak atas udara bersih merupakan bagian dari hak atas lingkungan hidup baik dan sehat sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 28H UUD 1945.
Anies enggan berkomentar lebih banyak dengan dalih tipe kepemimpinannya yang tak bicara banyak sebelum ada kebijakan yang jelas. Menurut Anies, pembahasan masalah kualitas udara Jakarta sudah tahap teknis. "Anda sudah hafal saya. Saya enggak mau umumkan kebijakan parsial. Kalau sudah lengkap semua baru diumumkan. Sekarang kami sedang menyusun sampai rencana teknisnya," ujarnya menjelaskan kebijakan tentang kualitas udara Jakarta.
Salah satu kebijakan meningkatkan kualitas udara yang dimaksud salah satunya dengan mendorong agar kendaraan di Ibu Kota tidak lagi menggunakan sumber energi yang polusinya tinggi. Anies mengatakan pemerintah DKI sudah memulainya dengan mengoperasikan bus Transjakarta bertenaga listrik.