Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid dalam melakukan konferensi pers di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, (06/10). TEMPO/Seto Wardhana.
TEMPO.CO, Jakarta- Amnesty International Indonesia meminta Tim Gabungan Pencari Fakta kasus Novel Baswedan kembali dibentuk yang tak hanya melibatkan polisi tapi juga saja tapi juga ahli atau tokoh yang berintegritas. Dorongan ini menyusul masa tugas TGPF Mabes Polri yang telah selesai tugansnya pada 7 Juli 2019.
"Dalam pandangan kami diperlukan suatu tim gabungan pencari fakta bukan tim Kepolisian saja. Tapi ahli, tokoh yang mempunyai integritas dan moral yang tinggi," ujar Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Polda Metro Jaya Jakarta Selatan, 9 Juli 2019.
Menurut dia, TGPF Kasus Novel Baswedan yang baru bisa becermin dari TGPF kasus kematian aktivis HAM, Munir, atau TGPF kasus kerusuhan Mei 1998. Usman mengatakan Amnesty ingin pengusutan kasus Novel Baswedan tidak berhenti hingga pelaku penyiraman dan aktor intelektualitas ditangkap polisi. "Kami mendesak Polri agar kasus ini tidak dihentikan."
Sebelumnya, TGPF Kasus Novel Baswedan menyatakan kesulitan mengusut kasus penyerangan dengan air keras yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu. "Tidak mudah menyelidiki hal ini. Kalau orang bilang mudah, tolong kasih petunjuk ke kami," kata anggota TGPF dari Setara Institute, Hendardi, kepada Tempo, Senin, 8 Juli 2019.
Kini penyelidikan kasus Novel Baswedan oleh TGPF telah selesai. Namun, mereka belum membukanya hasinya kepada publik. Rencananya, pekan ini mereka mempresentasikan laporan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. "Nanti Kapolri akan menindaklanjuti rekomendasi atau mengumumkannya, itu wewenannganya," ujar Hendardi