Kecewa Gugatan Pengamen Cipulir Ditolak, LBH Jakarta Mau Lapor KY
Reporter
Adam Prireza
Editor
Dwi Arjanto
Selasa, 30 Juli 2019 22:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara empat pengamen Cipulir korban salah tangkap dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Oky Wiratama, mengatakan pihaknya akan mempersoalkan putusan hakim tunggal Elfian yang menolak gugatan praperadilan ganti rugi yang mereka ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Menurut hakim, gugatan yang diajukan 4 pengamen Cipulir itu telah kedaluwarsa.
“Kami akan pakai cara profesional. Secepatnya kami akan melaporkan hal ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” ucap Oky usai persidangan.
Adapun yang dipermasalahkan Oky adalah penafsiran hakim terhadap kata “atau” dalam pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015. Pasal tersebut berbunyi: “Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.”
Menurut Oky, kata “atau” dalam PP itu bermakna alternatif, di mana penghitungan batas waktu pengajuan gugatan dapat mengacu baik pada tanggal petikan putusan diterima maupun salinan putusan. Ia memakai penjelasan dalam buku Prof. DR. Maria Farida yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan 2 untuk menafsirkan kata “atau”.
Dengan begitu, menurut Oky, gugatan yang mereka ajukan pada 21 Juni 2019 tak kedaluwarsa karena salinan putusan peninjauan kembali (PK) bernomor 131/PK/Pid.Sus/2015 dari Mahkamah Agung baru diterima pada 25 Maret 2019. “Tadi diapakai gak tafsir itu? Hakim menafsirkan sendiri bahwa harus terhitung sejaj tanggal petikan itu diterima. Jadi gak bisa menafsirkan sendiri,” kata Oky.
Namun, dalam putusannya hakim Elfian berpendapat lain. Terkait tenggat waktu pengajuan gugatan, ia mengacu pada tanggal pengacara para pengamen menerima petikan putusan PK pada 11 Maret 2016. Menurut penafsiran Elfian terkait PP tersebut, batas waktu pengajuan gugatan ganti rugi dihitung sejak pertama kali diterima antara petikan atau salinan putusan.
Atas dasar itu ia mengatakan gugatan yang diajukan para pengamen Cipulir telah kedaluwarsa. “Menimbang jika dihitung sejak tanggal penerimaan petikan putusan tersebut 11 Maret 2016 sampai tanggal permohonan ini diajukan oleh pemohon tanggal 21 Juji 2019 sudah melebihi 3 tahun berarti telah melebihi jangka waktu 3 bulan sebagaimana ditentukan pasal 7 Ayat (1) PP Nomor 92 Tahun 2015,” ucap Elfian.
Adapun keempat pengamen Cipulir itu adalah Fatahillah, Arga alias Ucok, Fikri, serta Bagus Firdaus alias Pau. Bersama dua pengamen lain, Andro dan Nurdin, mereka dituduh membunuh Dicky Maulana, pengamen yang ditemukan tewas di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, pada 30 Juni 2013.
Para pengamen Cipulir tersebut menyatakan dipaksa polisi untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Bahkan, mereka dinyatakan bersalah dan divonis kurungan penjara dengan hukuman bervariasi. Namun, dalam putusan banding dan kasasi Mahkamah Agung pada 2016 mereka dibebaskan karena dinyatakan tak bersalah.
Sebelumnya, dua pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap yaitu Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto telah mengajukan praperadilan. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta.