Pengamen Cipulir dan LBH Jakarta Resmi Laporkan Hakim Elfian

Jumat, 2 Agustus 2019 16:12 WIB

Pengacara dari LBH Pers bersama pengamen cipulir korban salah tangkap melaporkan hakim Elfian ke Komisi Yudisial, Jumat, 2 Agustus 2019. Tempo/Adam Prireza

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta dan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap resmi melaporkan Hakim Elfian ke Komisi Yudisial (KY).

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 82 Ayat (2) KUHAP dalam menolak gugatan praperadilan ganti rugi 4 pengamen korban salah tangkap.

“Dalam pasal itu dijelaskan hakim dalam putusan harus memberikan dasar dan alasan hukum,” ujar pengacara LBH Jakarta Oky Wiratama di gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2019.

Laporan LBH Jakarta bersama 4 pengamen korban salah tangkap diterima Komisi Yudisial dengan nomor 0892/VIII/2019/P.

Pengacara dari LBH Pers bersama pengamen cipulir korban salah tangkap melaporkan hakim Elfian ke Komisi Yudisial, Jumat, 2 Agustus 2019. Tempo/Adam Prireza

Oky mempermasalahkan pernyataan hakim Elfian yang menyatakan gugatan mereka kedaluwarsa lantaran pengacara dari LBH telah menerima petikan putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung bernomor 131/PK/Pid.Sus/2015 pada Maret 2016.

Elfian mengacu pada pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015, gugatan ganti kerugian dapat diajukan 3 bulan sejak petikan putusan atau salinan putusan diterima.

Padahal, menurut Oky, dalam pasal itu terdapat kata “atau” yang berarti tenggat waktu gugatan dapat mengacu baik pada waktu diterimanya petikan maupun salinan putusan. Oky mengatakan kalau pengacara LBH baru menerima salinan putusan pada 25 Maret 2019.

Hal itu yang menjadi acuan mereka mengajukan gugatan praperadilan ganti rugi. “Yang kamu dapatkan dalam putusan praperadilan kemarin tidak ada satu pun alasan hukum dari hakim sehingga mengesampingkan waktu diterimanya salinan putusan,” tutur Oky. “Jadi, dasar hukum mana yang mengacu petikan didahulukan dibandingkan salinan?”

Advertising
Advertising

Para korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan pengamen itu adalah Fatahillah, Arga alias Ucok, Fikri, serta Bagus Firdaus alias Pau. Bersama dua pengamen lain, Andro dan Nurdin, mereka dituduh membunuh Dicky Maulana, pengamen yang ditemukan tewas di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, pada 30 Juni 2013.

Para pengamen tersebut menyatakan dipaksa polisi untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan sesama pengamen. Bahkan, mereka dinyatakan bersalah dan divonis kurungan penjara dengan hukuman bervariasi. Namun, dalam putusan banding dan kasasi Mahkamah Agung pada 2016 mereka dibebaskan karena dinyatakan tak bersalah.

Sebelumnya, dua pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap yaitu Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto telah mengajukan praperadilan. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta.

Berita terkait

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

13 jam lalu

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

Pengacara eks Kepala Rutan KPK menghormati putusan praperadilan meski tidak sependapat dengan hakim.

Baca Selengkapnya

KY Ungkap Hasil Investigasi Sementara Dugaan Pimpinan Mahkamah Agung Ditraktir Pengacara

14 jam lalu

KY Ungkap Hasil Investigasi Sementara Dugaan Pimpinan Mahkamah Agung Ditraktir Pengacara

Pimpinan Mahkamah Agung (MA) dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelangaran kode etik hakim karena ditraktir pengacara

Baca Selengkapnya

Kecam Kekerasan dan Diskriminasi Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, YLBHI Desak Aparat Usut Tuntas dan Penuhi Hak Korban

1 hari lalu

Kecam Kekerasan dan Diskriminasi Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, YLBHI Desak Aparat Usut Tuntas dan Penuhi Hak Korban

YLBHI dan LBH Jakarta mengecam diskriminasi dan kekerasan oleh kelompok intoleran kepada sejumlah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang.

Baca Selengkapnya

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

1 hari lalu

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

Tiga belas orang hakim federal konservatif di AS memboikot lulusan Universitas Columbia karena protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

5 hari lalu

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

Kemenpan RB menyiapkan jumlah formasi yang cukup besar bagi kejaksaan agung dan MA untuk formasi rekrutmen CPNS pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

6 hari lalu

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

Komisi Yudisial masih memverifikasi laporan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan Mahkamah Agung

Baca Selengkapnya

Hakim di Sumatera Utara Diberhentikan karena Terbukti Selingkuh

7 hari lalu

Hakim di Sumatera Utara Diberhentikan karena Terbukti Selingkuh

Komisi Yudisial memberhentikan seorang hakim di Pengadilan Agama Kisaran, Asahan, Sumatera Utara karena terbukti selingkuh

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

7 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

Australia dan Indonesia Dukung Perempuan dalam Peradilan

8 hari lalu

Australia dan Indonesia Dukung Perempuan dalam Peradilan

Mahkamah Agung Indonesia saat ini memiliki representasi perempuan tertinggi di antara lembaga penegak hukum di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ini Pertimbangan Hakim Tolak Gugatan terhadap Rocky Gerung

8 hari lalu

Ini Pertimbangan Hakim Tolak Gugatan terhadap Rocky Gerung

Hakim menilai pernyataan Rocky Gerung sebagai kritik terhadap kebijakan publik, bukan serangan personal terhadap individu.

Baca Selengkapnya