Tangisan Iringi Pengosongan Paksa Rumah Dinas Purnawirawan TNI
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Febriyan
Kamis, 21 November 2019 19:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tangisan sejumlah warga mengiringi proses pengosongan paksa rumah dinas purnawirawan TNI di Jalan Sederhana III Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, dikosongkan paksa TNI, Kamis, 21 Desember 2019. Mereka mengklaim memiliki hak atas kediaman yang juga diklaim oleh pihak Komando Daerah Militer (Kodam) Jakarta Raya tersebut.
Vemmy Wowor misalnya. Perempuan yang almarhum ayahnya menjadi purnawirawan itu tak kuasa menahan tangis saat melihat satu per satu isi rumahnya di keluarkan paksa anggota TNI. Keluarga perempuan paruh baya itu telah tinggal di rumah tersebut sejak tahun 1972.
"Semena-mena," teriak Vemmy sambil menangis dan tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Menurut Vemmy, rumah tersebut dibangun menggunakan uang kompensasi ayahnya yang sempat bertugas di Kodam Jaya. Saat itu, lanjutnya, sang ayah tidak menerima uang Rp 500 ribu yang diberikan Kodam Jaya atas kompensasi pindah dari fasilitas hotel selama berdinas di Jakarta.
"Saya tidak terima. Biar tuhan yang membalas mereka," kata dia.
Vemmy mengaku masih belum mengetahui bakal pindah ke mana setelah rumahnya dikosongkan. Sebab, Vemmy menolak pindah di kontrakan yang bakal dibiayai oleh Kodam selama satu bulan. Alasannya, rumah kontrakan tersebut tidak muat untuk menampung perabot rumah tangganya.
Keluarga Vemmy bakal mencari tumpangan sementara untuk tinggal di rumah kerabatnya. "Saya tidak mau di kontrakan yang disewakan dari Kodam," ujarnya. "Seharusnya pemerintah melihat jasa orang tua saya selama menjadi prajurit. Jangan kami diperlakukan seperti ini."
Pengosongan paksa dilakukan Kodam Jaya Raya terhadap 10 rumah purnawirawan yang telah meninggal dan keluarganya tak ada lagi yang aktif sebagai prajurit TNI. Pihak Kodam Jaya menyatakan melayangkan surat peringatan ketiga untuk mengosongkan rumah itu sejak 11 November lalu.
Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Lokataru, Fakhry Ilmullah, mengatakan Kodam semestinya tidak bisa begitu saja mengusir dan mengosongkan penghuni rumah di Kompleks TNI Cijantung tersebut. Sebabnya, mereka mempunyai bukti atas riwayat kepemilikan rumah tersebut.
"Kami bisa berikan datanya (bukti warga punya hak atas rumah)," ujarnya. Selain itu, langkah Kodam dinilai salah jika langsung mengosongkan tanpa adanya putusan pengadilan. Apalagi, sengketa kepemilikan rumah ini mau diajukan ke pengadilan. "Setiap rumah dinas yang mau dikosongkan harus ikut putusan (pengadilan)."
Menurut Fakhry, seluruh warga di Kompleks TNI Cijantung yang berada di Jalan Sederhana berhak untuk memiliki rumah tersebut. Sebabnya, mereka tidak memilih mengambil uang sebesar Rp 500 ribu untuk membangun rumah sendiri.
"Karena tahun 1972 saat pemerintahan menempatkan prajurit di hotel ada konvensasi Rp 500 ribu untuk membeli rumah sendiri," ujarnya. "Prajurit di lokasi ini membangun dengan duit itu. Bahkan dulu membangun rumah ini hanya Rp 300 ribu."
Dalam pengosongan tersebut Fakhri sempat menghalangi anggota TNI mengeluarkan barang dari rumah warga. Fakhri juga sempat menghalangi TNI membuka pintu rumah salah satu warga yang dikosongkan.
Namun, Fakhri dipaksa untuk keluar. Anggota TNI mulai mendobrak pintu dan mengeluarkan satu per satu seluruh isi rumah di Jalan Sederhana III Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, itu.
Perwakilan Kodam Jaya yang menemui Lokataru menyatakan pengosongan merupakan instruksi langsung dari Pangdam Jaya. "Kami di sini hanya menjalankan instruksi," ujarnya.
Perwakilan tim hukum Kodam Jaya ini, meminta agar pengosongan ini tidak dihalangi karena institusinya telah memberikan tiga kali surat peringatan. Selain itu, pria ini mengatakan jika tim hukum warga punya bukti atas kepemilikan rumah tersebut bisa diadu di pengadilan dengan bukti yang dimiliki Kodam Jaya.
"Nanti prosesnya yang menentukan di pengadilan saja," ujarnya.
Anggota Kodam Jaya lainnya, mengatakan tidak semua rumah dikosongkan. Dari sepuluh hanya ada enam yang dikosongkan. Sebab, tiga rumah telah dikosongkan sendiri oleh penghuninya. Sedangkan, satu rumah ditunda pengosongannya.
"Yang ditunda karena keluarga mengajukan permohonan langsung ke Pangdam. Seharusnya mereka kalau mau ditunda mengajukan saja ke Pangdam," ujarnya. "Kalau sekarang kami mengosongkan hanya menjalankan tugas saja."