Saat Eks Wakapolres Jakarta Pusat Bersaksi di Sidang Makar Papua
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 4 Februari 2020 07:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam sidang kasus makar Papua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 3 Februari 2020. Ia menyampaikan kesaksiannya saat menjaga aksi unjuk rasa di sekitar Istana Merdeka yang digelar pada 28 Agustus 2019.
Saat itu, Arie masih menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat. Dia mengaku melihat para demonstran menyanyikan lagu atau yel-yel yang dianggapnya bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
"Papua bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora, mohon maaf ya, tapi itulah yang saya dengar," ujar Arie menyanyikan bait yang ia dengar dari para demonstran di hadapan majelis hakim, Senin, 3 Februari 2020.
Arie juga mengatakan bahwa para demonstran saat itu membawa bendera Bintang Kejora. Selain itu, lambang Bintang Kejora terlukis di beberapa wajah pendemo. Lambang tersebut juga digambarkan di sebuah jalan.
Arie mengaku mendengar para terdakwa menyanyikan yel-yel tersebut. Dia juga mengatakan bahwa para terdakwa menyampaikan orasi bermasalah.
"Mereka ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan, dan menyatakan bahwa Papua bukan bagian dari Indonesia. Terus referendum juga dibahas," kata dia.
Soal lambang dan simbol itu, seorang kuasa hukum terdakwa sempat menanyakan aturan yang melarang bendera Bintang Kejora dikibarkan kepada Arie. Namun Arie menilai kuasa hukum sedang mengujinya. Dia sempat menolak menjawab pertanyaan tersebut.
"Yang jelas Negara Kesatuan Republik Indonesia cuma satu benderanya, Merah Putih, tidak ada bendera lain," ujar Arie yang saat demo itu masih berangkat Ajun Komisaris Besar Polisi atau AKBP.
Enam terdakwa dalam kasus makar Papua itu adalah Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni dan Arina Elopere. Mereka didakwa dengan dua pasal alternatif yaitu, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP soal makar dan Pasal 110 ayat 1 KUHP ihwal permufakatan jahat.