Reklamasi Ancol, Begini Politikus PDIP Singgung Suap Eks DPRD DKI
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Dwi Arjanto
Selasa, 7 Juli 2020 16:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengkritik dikeluarkannya izin pelaksanaan untuk perluasan reklamasi Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan) tanpa peraturan daerah alias perda.
Dia mengingatkan soal kasus suap reklamasi yang menjerat eks anggota dewan, Mohamad Sanusi.
Sanusi adalah mantan Ketua Komisi D DPRD DKI yang terbukti menerima suap dari mantan bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Pemberian itu dimaksudkan untuk memuluskan pembahasan rancangan perda reklamasi Teluk Jakarta.
"Kok bisa hal sebesar ini berjalan senyap. Dulu kita ingat kasusnya Sanusi karena perdanya tidak jelas," kata dia di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Juli 2020.
Politikus PDIP ini heran pemerintah DKI tidak memasukkan perda soal Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagai pertimbangan pemerintah DKI menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020. Kepgub ini yang menjadi dasar reklamasi Ancol sisi timur seluas 120 hektare (ha) dan Dufan 35 ha.
Dalam kepgub yang diteken Gubernur DKI Anies Baswedan pada 24 Februari 2020 itu mengacu pada tiga undang-undang, yakni UU Nomor 29 Tahun 2007, UU Nomor 23 Tahun 2014, dan UU Nomor 30 Tahun 2014.
Anies juga mempertimbangkan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk telah mengantongi persetujuan prinsip perluasan kawasan Ancol dan Dufan berdasarkan surat gubernur nomor 462/-1.771.511 tanggal 24 Mei 2019.
"Tidak ada satupun perda mengenai zonasi dipakai," ucap dia.
Sebelumnya, Anies menerbitkan izin pelaksanaan perluasan Ancol dan Dufan yang tertuang dalam Kepgub 237/2020. Sekretaris Daerah DKI Saefullah menjelaskan perluasan (atau reklamasi Ancol) itu memanfaatkan tanah hasil pengerukan sungai di Ibu Kota. Pada 2009, dilakukan pengerukan tanah di lima waduk dan 13 sungai Jakarta untuk menanggulangi banjir.
Berdasarkan laporan dari program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), kata Saefullah, lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik. Lumpur yang dibuang kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 ha.