5 Fakta Kasus Novel Baswedan, Vonis hingga Dugaan Kejanggalan
Reporter
Adam Prireza
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 17 Juli 2020 08:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta utara menghukum dua terdakwa penyerangan Novel Baswedan, yakni Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis, masing-masing 2 tahun dan 1,5 tahun. Vonis dibacakan oleh majelis hakim dalam persidangan kemarin, Kamis, 17 Juni 2020.
"Secara bersama melakukan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka berat," kata hakim ketua, Djuyamto saat membacakan putusan pada Kamis petang, 16 Juli 2020.
Hukumannya dikurangi dengan masa tahanan yang sudah dijalani oleh Rahmat Kadir Mahulettu. Menurut hakim perbuatan Rahmat sesuai dengan Pasal 353 Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau sesuai dengan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum.
Menurut hakim, hal-hal yang memberatkan bagi Rahmat Kadir Mahulettu dalam perkara ini adalah perbuatannya telah mencederai kehormatan institusi Polri. Sementara hal yang meringankan antara lain Rahmat Kadir Mahulettu mengakui perbuatannya, telah meminta maaf kepada Novel Baswedan dan keluarga beserta masyarakat Indonesia. "Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," kata Djuyamto.
Dalam kasus ini, Novel Baswedan disiram dengan cairan asam sulfat atau H2S04 setelah menunaikan salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan, Jalan Deposito, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa, 11 April 2017. Akibatnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tersebut mengalami kebutaan pada mata kirinya.
Hukuman terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette lebih tinggi dari tuntutan jaksa sebelumnya. Dalam persidangan sebelumnya jaksa hanya menuntut keduanya hukuman satu tahun penjara. Berikut adalah fakta-fakta di persidangan kasus penyerangan Novel Baswedan:
1.Majelis menilai penyerang tak berniat aniaya Novel Baswedan
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menilai Rahmat Kadir Mahulette tak berniat melakukan penganiayaan berat terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Penilaian itu disampaikan hakim saat mengurai fakta yuridis atas dakwaan primer jaksa penuntut umum, yakni pada pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
"Menurut majelis hakim perbuatan terdakwa yang menambahkan atau mencampurkan air ke dalam mug berisi air aki itu adalah wujud sikap batin atau mens rea pada diri terdakwa yang tercermin di dalam pelaksanaan perbuatannya yang tidak menghendaki timbulnya luka berat pada diri saksi Novel Baswedan," ujar hakim ketua, Djuyamto saat membacakan putusan.<!--more-->
Menurut majelis, pasal 355 ayat 1 KUHP tidak tepat diterapkan kepada Rahmat Kadir Mahulette. Unsur dalam pasal, penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu tidak terpenuhi.
Hakim menyatakan dakwaan subsider yakni Pasal 353 Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP yang terbukti. Niat pelaku harus ditujukan untuk melukai berat, artinya luka beratlah yang harus dilakukan oleh pelaku. “Apabila luka berat hanya akibat saja, maka masuk dalam kategori penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat," kata dia.
Sementara sejak awal, kata Djuyamto, terdakwa Rahmat Kadir Mahulette memiliki rasa benci terhadap Novel Baswedan dan hanya ingin memberikan pelajaran. Untuk itu, Rahmat Kadir mencampur air aki dengan air.
2.Hakim persoalkan cairan yang dipakai untuk menyerang Novel Baswedan
Dalam putusannya, majelis mengutip keterangan ahli forensik yang pernah dihadirkan dalam persidangan untuk menjelaskan tentang air aki. Menurut hakim, saksi ahli menyatakan bahwa air aki di baterai biasanya memiliki kandungan asam sulfat sekitar 33,53 persen.
Dalam sejumlah barang bukti seperti gamis, ujung sandal dan kopiah yang dipakai Novel Baswedan hanya didapati kandungan asam sulfat lebih rendah. Barang bukti itu merupakan benda-benda yang terkena siraman air aki oleh polisi berpangkat brigadir itu.
Menurut hakim, kandungan asam sulfat dalam sejumlah barang bukti itu bervariasi. Seperti di gamis Novel Baswedan sekitar 17 persen, ujung sendal sekitar 6,1 persen dan 7 persen pada kopiah. "Jika dihubungkan dengan fakta air aki memiliki kandungan asam sulfat 33,53 persen maka berkesesuaian lah dengan keterangan terdakwa yang menerangkan telah mencampur air ke dalam mug berisi air aki."
Menurut Djuyamto, Rahmat Kadir Mahulette tidak perlu mencampur air aki dengan air jika ingin mengakibatkan luka berat pada Novel Baswedan. Selain itu, terdakwa dinilai bisa melakukan cara lain untuk menganiaya berat penyidik komisi antirasuah itu. "Atau dengan cara lain, terdakwa yang merupakan seorang anggota pasukan Brimob yang terlatih untuk melakukan penyerangan secara fisik," ujar Djuyamto.
<!--more-->
3.Terdakwa Terima Vonis Hakim
Dua terdakwa kasus Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis, menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun dan satu tahun enam bulan penjara. "Saya menerima, Yang Mulia," ujar Rahmat melalui video telekonferensi. Begitu juga Ronny Bugis.
Jaksa penuntut umum mengaku masih pikir-pikir. Vonis itu lebih berat satu tahun dari tuntutan jaksa sebelumnya. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk jaksa memutuskan menerima atau mengajukan banding atas putusan.
4.Novel Baswedan sebut peradilan kasusnya didesain untuk gagal
Penyidik KPK Novel Baswedan, korban dalam perkara ini mengaku tidak berharap apapun kepada majelis hakim untuk Rahmat Kadir dan Ronny Bugis. "Saya tidak taruh harapan apapun, sekalipun dihukum berat apalagi dihukum ringan karena peradilan ini sudah didesain untuk gagal, seperti peradilan sandiwara," kata Novel saat dihubungi, Kamis, 16 Juli 2020.
Ia melihat banyak fakta sidang yang kabur sehingga sulit dijadikan dasar putusan. "Sulit bagi hakim merangkai sendiri fakta yang jauh berbeda dengan jaksa. Apakah baik putusan berat terhadap fakta yang bengkok?" kata Novel.
Proses sidang, kata Novel, sudah sedemikian jauh berbelok. “Bagaimana mungkin bisa diharap pada putusannya? Kalau seandainya putusan berat tapi pelakunya bukan dia bagaimana?"<!--more-->
5.Dinilai janggal sejak awal
Baik Novel dan Tim Advokasi menilai janggal tuntutan ringan yang diputuskan oleh jaksa penuntut umum. Tim Advokasi menyebutkan sejak awal telah mengemukakan banyak kejanggalan dalam persidangan ini, mulai dakwaan jaksa dinilai berupaya menafikan fakta sebenarnya. Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP terkait penganiayaan.
Kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal. “Sehingga jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujar anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur. Saksi-saksi penting tidak dihadirkan jaksa di dalam persidangan, setidaknya terdapat tiga saksi yang semestinya dapat dihadirkan. Tiga saksi itu juga sudah pernah diperiksa oleh penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.
Peran penuntut umum terlihat seperti pembela para terdakwa, terlihat dari tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa. Saat pemeriksaan Novel pun, jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Novel.
ADAM PRIREZA | M YUSUF MANURUNG | TAUFIQ SIDDIQ