DPRD Cecar Utang DKI Rp 12,5 Triliun dalam Rapat Anggaran
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Martha Warta Silaban
Selasa, 28 Juli 2020 15:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta mencecar pejabat Pemprov DKI dalam rapat anggaran di kantor legislator Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juli 2020. Dewan mempertanyakan pinjaman utang DKI sebesar Rp 12,5 triliun yang tidak melibatkan mereka.
"Kenapa anggota dewan tidak ditanya. Kenapa tidak didiskusikan ke kami dulu rencana pinjaman itu," kata anggota Komisi Keuangan DPRD DKI itu, dalam rapat.
Legislator, kata dia, hingga hari ini belum tahu terkait dengan tujuan peminjaman uang dari PT Sarana Multi Infrastruktur. Syahrial menyesalkan pemerintah yang hanya memutuskan sendiri pinjaman tersebut, tanpa sedikit pun memberi tahu anggota dewan.
"Kenapa kami tidak diberi tahu. Ini pinjaman akan dibebankan ke rakyat bayarnya. Harusnya kami diberi tahu," ucapnya.
Anggota Komisi C lainnya, S. Andyka, mempertanyakan payung hukum pinjaman daerah tersebut. Menurut dia, prosedur peminjaman daerah itu berpotensi melanggar hukum.
Sebabnya, mengacu Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah, legislator harus dilibatkan dalam pembahasan pinjaman daerah. "Kami tidak mau jadi terkesan eksekutif kurang komunikasi dengan legislatif."
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian DKI, Sri Hartati, mengatakan telah membuat surat untuk pimpinan DPRD terkait dengan rencana pinjaman tersebut. Pemprov DKI, kata dia, tidak berniat untuk mengabaikan legislatif dalam rencana utang daerah tersebut.
"Apakah suratnya sudah disampaikan atau belum akan kami periksa," katanya.
Menurut dia, proses pinjaman yang diberikan PT SMI memang sangat cepat. Awalnya, pemerintah DKI ditawarkan Rp 5 triliun. Namun, angka tersebut bertambah seiring banyaknya program pembangunan yang tertunda karena pandemi virus corona.<!--more-->
Setelah dihitung, pemerintah DKI akhirnya mendapatkan Rp 12,5 miliar dan Jawa Barat Rp 4 triliun. Sebab, dua daerah tersebut menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto, mencapai 30 persen dari angka nasional.
"DKI berperan besar dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. Makanya kami diberikan pinjaman yang lebih besar."
Dasar pinjaman ini, kata Sri, adalah Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Kementerian Keuangan melalui PT SMI menawarkan pinjaman tersebut kepada pemerintah daerah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Pinjaman tersebut diberikan PT SMI tanpa bunga, dan akan dialokasikan untuk penanggulangan banjir, macet, pembangunan rumah yang layak dan lainnya.
"Regulasi pemerintah pusat sangat cepat dalam pemberian utang itu. Covid ada, ekonomi harus berjalan," ujarnya.
Selain itu, Sri memastikan pemerintah bakal melibatkan pembahasan pinjaman bersama legislator. Sebab, pinjaman yang akan diberikan masih dilakukan pembahasan oleh PT SMI. "Jadi masih belum diputuskan. Nanti kami akan bahas bersama dewan."
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI, Edi Sumantri, mengatakan kebijakan pinjaman daerah ini bersifat Lex specialis atau bersifat khusus karena situasi pandemi saat ini. Jadi, pemerintah mengacu pada PP23/2020 dalam mengajukan pinjaman tersebut. "Karena pinjaman ini tujuannya untuk pemulihan ekonomi," ujarnya.
Andyka tidak puas dengan penjelasan tersebut. Menurut politikus Gerindra itu, tidak ada satu klausul pun dalam PP23/2020 yang mengatur regulasi pinjaman daerah. Sehingga, pemerintah semestinya tetap berpegangan pada PP56/2018, yang harus melibatkan legislatif dalam pembahasan pinjaman daerah.
Selain itu, pemerintah juga tidak bisa berpatokan dengan Surat Keputusan dua Menteri, yakni Menteri Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri yang membolehkan pemerintah daerah merelokasi anggaran untuk penanggulangan Covid-19, tanpa melibatkan legislator. "Sebab ada PP pinjaman daerah. Dan PP ini kedudukannya lebih tinggi dari SK dua menteri itu."