Lima Fakta Kasus Perundungan dan Pelecehan Pegawai KPI yang Viral
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 3 September 2021 11:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Beredar pesan berantai di WhatsApp soal dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Dalam pesan itu, korban yang mengaku bernama MS bahkan sudah pernah mengadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2017.
Dalam pesan tersebut, korban yang merupakan seorang pria mengaku sudah mengalami perundungan sejak 2011, sejak bergabung dengan KPI. Ia mengatakan sejak itu, kerap dirisak oleh beberapa seniornya. Dalam pesan tersebut, MS mencantumkan nama pelaku.
MS mengatakan puncaknya pada 2015. Ia mengalami kekerasan seksual. Insiden ini membuat dia trauma. Tempo pun menghimpun sejumlah fakta mengenai perkara ini.
1. Pengakuan penyintas
MS sebelumnya mengaku mengalami perlakuan keji itu dari rekan kerjanya. "Sepanjang 2012-2014, selama dua tahun saya di-bully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya," ucap MS.
Penyintas mengatakan sudah tak terhitung berapa kali para pelaku melecehkan, memukul, memaki, dan merundung. Perendahan martabat itu, kata dia, dilakukan secara terus menerus dan berulang sehingga membuatnya tertekan dan hancur pelan-pelan.
Selanjutnya korban perundungan ditelanjangi oleh para rekan kerjanya di KPI...
<!--more-->
"Tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencoret-coret buah zakar saya memakai spidol."
Kejadian tahun 2015 itu, kata korban, membuatnya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Dia mengaku menjadi stres, merasa hina, dan trauma berat. Namun, dia tetap bertahan di KPI Pusat demi mencari nafkah.
Pada tahun 2016, korban mengaku sering jatuh sakit karena stres berkepanjangan. Setahun setelahnya, dia pergi ke ke Rumah Sakit Pelni untuk endoskopi. Dia diagnosis mengalami hipersekresi cairan lambung.
2. Pernah mengadu ke Komnas HAM dan Kepolisian
Pada 11 Agustus 2017, korban mengadukan kekerasan seksual dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui email. Komnas membalas dan menyimpulkan apa yang saya alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. Korban diarahkan membuat laporan polisi.
Korban pelecehan seksual dan bullying itu akhirnya melaporkan apa yang menimpanya ke Polsek Gambir pada 2019. Namun respons polisi tak sesuai dengan harapannya. "Tapi petugas malah bilang, 'lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan."
Selanjutnya korban melaporkan kasusnya ke Komnas HAM...
<!--more-->
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapasara mengatakan MS memang pernah melapor ke lembaganya pada 2017. Namun, komisioner yang menjabat saat itu, meminta ia melapor ke polisi karena sudah masuk ranah pidana.
"Tetapi kalau yang bersangkutan sekarang ini mau mengadu lagi ke Komnas, kami akan tangani lagi dan juga akan komunikasi dengan para pihak," kata Beka kepada Tempo, Rabu, 1 September 2021.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus membantah informasi bahwa korban pernah melapor ke Polsek Gambir. Dalam rilis yang beredar, respons Polsek Gambir tak sesuai harapan korban. "MSA tidak pernah datang ke Polsek Gambir," kata Yusri.
3. Komisioner KPI tak tahu ada perundungan
Komisioner KPI Nuning Rodiyah mengaku tidak pernah menerima aduan adanya pelecehan dan perundungan yang dialami anggotanya berinisial MSA. Hanya saja, kata dia, korban pernah meminta untuk pindah divisi.
"Itu pun juga disampaikan ke saya secara pribadi yang bersangkutan masuk ke ruangan saya, menanyakan kalau bisa pindah ke divisi lain," kata Nining di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis, 2 September 2021.
Nining lantas menjelaskan ke korban bahwa perpindahan divisi punya mekanisme. "Ketika formasi kosong, yang bersangkutan bisa ikut seleksi di formasi tersebut."
Menurut Nining, para komisioner juga baru mengetahui kasus perundungan di KPI itu setelah ada pesan berantai yang viral. Nining mengaku baru tahu Rabu kemarin.
Selanjutnya KPI akan mengadakan investigasi internal ...
<!--more-->
4. KPI akan lakukan investigasi
KPI memastikan akan melakukan investigasi internal soal dugaan kekerasan seksual di lembaganya. "Melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak," kata Komisioner KPI, Yuliandre Drawis, lewat keterangan tertulis pada Senin, 1 September 2021.
Yuliandre mengatakan lembaganya tidak akan mentoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun. Ia juga mengatakan mendukung polisi menindaklanjuti kasus tersebut.
"KPI juga melindungi , pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban," katanya. Ia juga menjamin lembaganya akan menghukum pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying).
Ketua KPI Pusat Agung Suprio mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan para terduga pelaku pada Kamis, 2 September 2021. "Setelah kami panggil, baru kami pertimbangkan untuk nonaktifkan," ucap dia saat dihubungi pada Kamis, 2 September 2021.
5. Keterangan kepolisian
Polisi menyatakan telah menerima laporan dugaan perundungan dan pelecehan seksual di KPI Pusat tersebut. Korban disebut melapokan lima orang sebagai terduga pelaku. Jumlah pelaku itu berbeda dengan rilis yang viral sebelumnya, yaitu 7 orang karyawan KPI Pusat.
Selanjutnya rilis yang viral bukan dibuat oleh korban
<!--more-->
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan korban mengaku dia tidak membuat rilis kronologi dan pelecehan yang viral itu. Korban juga disebut belum pernah melapor ke Polsek Gambir seperti dalam rilis tersebut.
Hanya saja, kata Yusri, pelecehan itu diakui benar terjadi pada 2015. Lokasi kejadian adalah kantor KPI Pusat, Jakarta. Untuk poin ini, informasi yang disampaikan oleh Yusri Yunus sejalan dengan rilis yang viral.
"Kelima terlapor saat itu masuk ke ruang kerja kemudian para terlapor langsung pegang badan kemudian lakukan hal tidak senonoh dengan mencoret-coret," kata Yusri.
Yusri mengatakan korban telah membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Pusat pada Rabu, 1 September 2021 sekitar pukul 23.30. Pelaporan didampingi oleh Komisioner KPI.
Baca juga: Pelecehan Seksual dan Perundungan di KPI, Komisioner Serahkan ke Polisi