Bocah di Rusun Marunda Disebut Kehilangan Mata karena Debu Batu Bara
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Minggu, 20 Februari 2022 19:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rayhan mesti berganti bola mata setelah debu batu bara terhempas ke rumahnya di Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, pada November 2021.
Ketua RT A10 Rusun Marunda, Wasti, menceritakan bagaimana bocah 10 tahun itu mengalami kebutaan. “Sehabis pulang sekolah matanya kelilipan dan panas. Awalnya dikira debu biasa, tetapi tidak sampai sehari merah matanya,” kata Wasti kepada Tempo, Ahad, 20 Februari 2022.
Wasti mengatakan, ibu Rayhan, Saras, mengira awalnya gangguan mata putranya akibat debu biasa. Setelah dibawa ke Puskesmas, kondisi mata Rayhan semakin parah memerah dan akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo.
Usai dibawa ke RSCM Rayhan sudah tidak bisa melihat dan akhirnya diganti mata karena korneanya sudah terbakar, katanya.
“Rumah sakit tidak bilang akibat batu bara. Cuma bilang itu debu. Tetapi saat itu pencemaran udara batu bara sedang parah-parahnya,” ujar Wasti, sambil menunjukkan foto-foto lantai putih yang kotor berserakan debu hitam.
Tempo tidak bisa menemui Rayhan dan keluarganya karena sedang tidak berada. Nomor telepon ibunda Rayhan yang dihubungi Wasti tidak dijawab.
Wasti mengatakan pihak dari PT Karya Citra Nusantara (KCN), yang dituding warga mencemarkan partikel batu bara ke rusunawa, sempat mengunjungi Rayhan dan mendata beberapa dokumen untuk diperiksa apakah gangguan matanya akibat batu bara atau bukan. Namun sejak itu belum ada kabar lebih lanjut.
Selanjutnya: Polusi terjadi sejak 2019
<!--more-->
Didi Suwandi, ketua Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM), mengatakan kasus Rayhan adalah salah satu dampak fatal pencemaran debu batu bara akibat bongkar muat yang dilakukan PT KCN di Pelabuhan Marunda, kurang 5 kilometer dari rusunawa.
“Ada juga yang iritasi kulit gatal-gatal karena baju yang dijemur terkena batu bara, ada juga yang mengalami gangguan pernapasan atau ISPA,” kata Didi usai acara deklarasi pencemaran debu batu bara di Blok A Rusunawa Marunda.
Ia mengatakan pencemaran sudah terjadi sejak 2019 dan sampai sekarang belum ada titik terang terkait masalah ini. Didi menuduh pencemaran debu batu bara ini karena PT KCN tidak memiliki AMDAL dan hanya memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Ia juga mengklaim PT KCN melanggar UKL-UPL.
“PT KCN tidak mempunyai sarana bak pencuci roda truk pengangkut batu bara, sehingga debu batu bara yang menempel pada roda truk mengotori jalanan umum,” kata Didi.
Ia mengatakan PT KCN juga tidak melengkapi jaring pengaman, jaring basah, dan intensitas penyiraman yang kurang. Hal itu menyebabkan polusi debu batu bara mencemari wilayah sekitarnya, terutama Rusunawa Marunda.
F-MRM juga akan menyurati pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan, yang membawahi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas pelabuhan (KSOP). Menurutnya, KSOP juga bertanggung jawab mengawasi dan menindak pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha pelabuhan.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Achmad Hariadi mengatakan belum bisa mengonfirmasi pertanyaan Tempo apakah ada kesalahan tata kelola atau pelanggaran UKL-UPL yang dilakukan PT KCN.
“Belum bisa konfirmasi dulu karena hasil pengawasan lingkungan dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup termasuk pelanggaran,” kata Achmad Hariadi saat dihubungi Tempo. “Saya masih tunggu arahan dari Dinas Lingkungan Hidup.”
Selanjutnya: PT KCN bantah melanggar AMDAL
<!--more-->
Coroporate Secretary PT Karya Citra Nusantara, Bella Mardiana, mengatakan pihaknya tidak melanggar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) karena KCN beroperasi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), sehingga AMDAL KCN menjadi bagian KBN.
Namun, ia mengatakan PT KCN memang sedang mengurus perizinan lingkungan karena izin yang dimilki saat ini perlu diperluas cakupannya.
Terkait dengan tuduhan warga Rusunawa Marunda bahwa bongkar muat batu bara PT KCN, Bella mengatakan kegiatan bongkar muat itu sudah lama dilakukan dan heran kenapa baru mempermasalahkan sekarang.
“Bongkar muatan batu bara di Marunda itu sudah lama dan bukan hanya PT KCN saja, ada yang lain di Sungai Blencong dan Marunda Center Terminal (MCT), namun kenapa hanya fokus ke KCN saja dan mengapa baru saat ini,” katanya saat dihubungi Tempo.
Ketua F-MRM mengatakan masih menunggu respons pemerintah untuk tindakam lebih lanjut. Seandainya tuntutan warga tidak direspons, maka warga Rusunawa akan membawa masalah ini ke jalur hukum.
“Kami sudah siapkan sampel pencemaran batu bara dan akan kami bawa ke laboratorium Sucofindo untuk bukti proses hukum nanti,” kata Didi Suwandi.
Baca juga: Dugaan Polusi Debu Batu Bara di Marunda, PT KCN Bantah Langgar Ketentuan AMDAL