Vonis 3,5 Tahun AG di Kasus Mario Dandy, Hakim PN Jaksel dan PT DKI Dilaporkan ke KY
Reporter
M. Faiz Zaki
Editor
Iqbal Muhtarom
Kamis, 25 Mei 2023 15:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Anti Kekerasan Berbasis Gender terhadap Anak Perempuan atau Koalisi AG-AP melaporkan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ke Komisi Yudisial.
Peneliti Indonesia Judicial Research Society atau IJRS Aisyah Assyifa menuturkan, pengaduan perihal kode etik dan perilaku hakim yang menangani perkara AG (perempuan usia 15 tahun).
AG merupakan mantan pacar Mario Dandy Satriyo. Ia diduga terlibat dalam penganiayaan yang dilakukan oleh Mario terhadap korban inisial D (laki-laki usia 17 tahun).
"Secara garis besar laporannya telah kami ajukan bahwa hakim tidak memeriksa beberapa hal yang penting untuk diperiksa dalam putusan yang sudah dikeluarkan," ujar Aisyah di Komisi Yudisial, Kamis, 25 Mei 2023.
Dia membeberkan ada empat catatan terhadap Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sriwahyuni Batubara.
4 dugaan pelanggaran hakim tunggal PN Jakarta Selatan
<!--more-->
Pertama, hakim tidak memeriksa perkara secara berimbang, terutama soal CCTV saat penganiayaan tidak ditampilkan di persidangan.
Asiyah menuturkan, hakim memilih melihat pelaku sudah bersalah dengan pemilihan fakta oleh hakim tanpa melihat fakta di persidangan.
Kedua, hakim tunggal tidak melakukan pemeriksaan sesuai Perma 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait latar belakang seksual anak.
Dalam persidangan, diungkapkan adanya riwayat aktivitas seksual AG. Namun itu tidak menjadi suatu pertimbangan pidana untuk tersangka Mario Dandy, justru dinyatakan AG tidak memiliki trauma tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Koalisi AG-AP, kata Aisyah, menilai hakim tidak mempertimbangkan kerentanan posisi AG. Bahwa sebenarnya persoalan ini menjadi suatu kerentanan bagi AG yang masih berusia remaja.
Ketiga, Hakim tunggal tidak memperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan atau Litmas, di mana dalam Undang-Undang SPPA atau Sistem Peradilan Pidana Anak hal ini wajib untuk dipertimbangkan, dan ini untuk krusial dipertimbangkan. Namun hakim tidak mempertimbangkan di putusan tingkat pertama," tutur Aisyah.
Keempat, pelanggaran yang dianggap paling berat adalah hakim tidak memberi cukup waktu untuk pembelaan anak sebagaimana prinsip dasar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang SPPA.
Dari data kuasa hukum AG, kata Aisyah, hakim hanya memberi waktu kepada kuasa hukum uuntuk menghadirkan saksi dan ahli selama dua jam 30 menit. Namun Jaksa Penuntut Umum diberi waktu dua hari kerja.
4 dugaan pelanggaran oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
<!--more-->
Sedangkan pada catatan untuk Hakim Tunggal Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Budi Hapsari juga ada empat poin. Pertama, hakim dianggap tidak memeriksa perkara AG secara cermat, apalagi putusannya kilat kurang dari 24 jam setelah dilimpahkan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kemudian hal ini berkaitan dengan putusan tingkat banding yang keluar secara terburu-buru, di mana hakim pengadilan tinggi tidak memberikan pertimbangan yang menyeluruh terhadap bukti-bukti yang terdapat, termasuk bukti CCTV," kata Aisyah dalam poin keduanya.
Ketiga, hakim juga tidak mengoreksi terhadap beberapa dugaan penyimpangan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu perihal dugaan pelanggaran Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Keempat, kata Aisyah, hakim juga tidak memeriksa perkara berdasarkan kepentingan terbaik untuk anak. Selain itu tidak mempertimbangkan rekomendasi secara cermat dari Litmas dalam kasus anak di kasus AG yang terseret kasus penganiayaan oleh Mario Dandy terhadap David Ozora.
Pilihan Editor: Kuasa Hukum AG Serahkan Memori Kasasi, Minta Hakim Agung Periksa Kasus Mario Dandy Secara Utuh