Amar Putusan MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong, Begini Bunyinya

Jumat, 22 Maret 2024 14:01 WIB

Hakim ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo memimpin jalannya sidang dengan agenda pembacaan putusan uji formil aturan syarat usia capres dan cawapres di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. MK menolak permohonan yang diajukan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. MK menolak gugatan uji formil terkait putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan sebagian permohonan dari Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. MK mengabulkan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 tentang berita bohong dan Pasal 310 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik. Namun, MK menolak gugatan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE.

“Dalil-dalil para pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan, pada 21 Maret 2024.

Hakim Konstitusi, Arsul Sani berpendapat, unsur berita bohong dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 dapat memicu pasal karet yang melahirkan ketidakpastian hukum karena tidak memiliki tolok ukur jelas. Pada Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946, terdapat kata “keonaran” yang menimbulkan multitafsir karena dalam KBBI memiliki banyak arti dengan gradasi berbeda.

“Sehingga berita dimaksud tersebar dengan cepat kepada masyarakat luas yang hal demikian dapat berakibat dikenakannya sanksi pidana kepada pelaku dengan mendasarkan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tersebut,” kata Arsul, seperti dikutip mkri.id.

MK juga menilai, hak kebebasan berpendapat bagi warga negara yang dijamin UUD 1945 akan terancam aktualisasinya. Warga negara akan lebih mudah dianggap menyebarkan berita bohong yang tidak diperiksa berdasarkan fakta.

Advertising
Advertising

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga membacakan amar putusan bahwa Pasal 14 KUHP sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Pendapat dan kritik terkait kebijakan pemerintah melalui teknologi informasi menjadi dinamika demokrasi yang merupakan pengejawantahan partisipasi publik, bukan penyebab keonaran.

MK mencermati muatan ketentuan Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP Baru) berbeda dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Pasal 433 UU 1/2023 memiliki penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan dengan lisan, tetapi unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Akibatnya, MK berkesimpulan bahwa Pasal 310 ayat (1) KUHP inkonstitusional secara bersyarat.

Dengan demikian, ketentuan norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Selain itu, pasal-pasal itu juga tidak memberikan perlakuan sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara. “Sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945,” ujar Enny.

Berikut putusan Mahkamah Konstitusi:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian

2. Menyatakan permohonan para Pemohon berkenaan dengan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) tidak dapat diterima

3. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Menyatakan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.


Berikut adalah bunyi pasal-pasal yang dikabulkan oleh MK:

Pasal 14 UU 1 Tahun 1946 (Berita Bohong)

(1) Barang siapa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 3 tahun.

Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 (Berita Bohong)

Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 2 tahun.

Pasal 310 KUHP ayat (1) (Pencemaran Nama Baik)

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

RACHEL FARAHDIBA R | IKHSAN RELIUBUN

Pilihan Editor: MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong

Berita terkait

Kronologi Kritik Iuran Pengembangan Institusi Mahasiswa Unri Diadukan Rektor ke Polisi dengan UU ITE

2 jam lalu

Kronologi Kritik Iuran Pengembangan Institusi Mahasiswa Unri Diadukan Rektor ke Polisi dengan UU ITE

Nama Khariq Anhar Mahasiswa Fakultas Pertanian Unri mencuat usai video kritiknya soal IPI dilaporkan Rektor Unri Sri Indarti pada 15 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Adam Deni Bakal Ajukan Pleidoi Usai Dituntut Satu Tahun Penjara di Perkara Pencemaran Nama Sahroni

4 jam lalu

Adam Deni Bakal Ajukan Pleidoi Usai Dituntut Satu Tahun Penjara di Perkara Pencemaran Nama Sahroni

Adam Deni terlibat dua perkara dengan politikus Partai NasDem Ahmad Sahroni.

Baca Selengkapnya

MK Tunda Pemeriksaan Delapan Sengketa Pileg 2024 di Papua Tengah

5 jam lalu

MK Tunda Pemeriksaan Delapan Sengketa Pileg 2024 di Papua Tengah

Papua Tengah menjadi wilayah dengan jumlah sengketa Pileg 2024 terbanyak di MK, dengan total 26 perkara.

Baca Selengkapnya

Hal yang Meringankan Tuntutan Adam Deni: Sudah Saling Memaafkan dengan Ahmad Sahroni

17 jam lalu

Hal yang Meringankan Tuntutan Adam Deni: Sudah Saling Memaafkan dengan Ahmad Sahroni

Jaksa memberikan tuntutan hukuman ringan kepada Adam Deni Gearaka dalam perkara pencemaran nama baik Ahmad Sahroni

Baca Selengkapnya

Arti Bebas Bersyarat yang Diberikan kepada Gaga Muhammad, Bagaimana Regulasinya?

18 jam lalu

Arti Bebas Bersyarat yang Diberikan kepada Gaga Muhammad, Bagaimana Regulasinya?

Gaga Muhammad sudah bebas bersyarat dari kasus kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan Laura Anna. Bagaimana aturan hukumnya?

Baca Selengkapnya

Adam Deni Dituntut Satu Tahun Penjara karena Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

19 jam lalu

Adam Deni Dituntut Satu Tahun Penjara karena Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Ahmad Sahroni tidak terima atas ucapan Adam Deni yang menyebutnya mengeluarkan uang Rp30 miliar untuk membayar aparat demi mengkriminalisasinya

Baca Selengkapnya

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

19 jam lalu

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

Idham menjelaskan bahwa KPU Papua Tengah sudah pernah diminta klarifikasi mengenai keterlambatan rekapitulasi suara di Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kuasa Hukum Rektor Unri soal Kritik Uang Pangkal yang Berujung ke Polisi: Harusnya Disampaikan dengan Etika

21 jam lalu

Kuasa Hukum Rektor Unri soal Kritik Uang Pangkal yang Berujung ke Polisi: Harusnya Disampaikan dengan Etika

Mahasiswa Universitas Riau (Unri), Khariq Anhar, dilaporkan Rektor Unri, Sri Indarti, ke Polda Riau usai mengkritik kebijakan uang pangkal

Baca Selengkapnya

Kritik Uang Pangkal, Mahasiswa Universitas Riau Dipolisikan Rektor Atas Tuduhan Pencemaran Nama Baik

21 jam lalu

Kritik Uang Pangkal, Mahasiswa Universitas Riau Dipolisikan Rektor Atas Tuduhan Pencemaran Nama Baik

Seorang mahasiswa Universitas Riau dilaporkan oleh rektornya sendiri. Khariq dilaporkan kasus pencemaran nama baik di UU ITE.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Arsul Sani Guyon Soal Kekalahan MU di Sidang PHPU Pileg 2024

22 jam lalu

Hakim MK Arsul Sani Guyon Soal Kekalahan MU di Sidang PHPU Pileg 2024

Hakim MK Arsul Sani sempat berkelakar dengan Komisioner KPU di ruang sidang soal kekalahan tim sepak bola favoritnya, Manchester United.

Baca Selengkapnya