Napi Pembunuhan Vina Mengaku Korban Salah Tangkap Polisi, Berikut Sederet Kasus Salah Tangkap

Senin, 27 Mei 2024 18:01 WIB

Mantan pengamen korban salah tangkap pihak kepolisian, Agra (kanan), Fatahillah (tengah), dan Fikri menjalani sidang praperadilan korban salah tangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 22 Juli 2019. Tiga dari empat korban tersebut menuntut agar Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meminta maaf dan menyatakan mereka telah melakukan salah tangkap, salah proses, dan penyiksaan terhadap para anak-anak pengamen Cipulir. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan narapidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016, Saka Tatal, mengaku menjadi korban salah tangkap. Terdakwa dengan vonis 8 tahun penjara dan kini sudah bebas itu bersuara setelah kasus pembunuhan Vina Cirebon tersebut kembali mencuat. Saat peristiwa terjadi, kata dia, dirinya tengah berada di rumah.

"Saya sedang ada di rumah bersama kakak dan paman saya,"ungkapnya saat kepada wartawan di Cirebon, Sabtu petang, 18 Mei 2024.

Sesaat sebelum ditangkap, Saka mengaku disuruh oleh pamannya untuk mengisi bahan bakar motor di stasiun pengisian. Namun, saat dirinya kembali sudah ada polisi yang menunggu. Tanpa ada penjelasan, dua kemudian ditangkap dan dibawa ke Polres Cirebon Kota. Tak hanya salah tangkap, ia juga mendapat kekerasan fisik agar mengakui perbuatannya.

"Saya dipukulin, ditendang, disiksa segala macam. Bahkan saya juga sampai disetrum sama bapak Polisi semua. Karena enggak kuat disiksa, akhirnya saya terpaksa mengakui bahwa saya ikut dalam kasus pembunuhan itu. Terus disuruh mengakui yang tidak saya lakukan (pembunuhan)," katanya.

Padahal, menurut pengakuan Saka, dirinya tidak mengenal korban dan tersangka lain yang membunuh Eky dan Vina. Bahkan, Saka mengaku belum pernah bertemu sama sekali dengan tiga DPO yang dirilis oleh Polda Jabar belum lama ini. Saka juga menegaskan bahwa dirinya bukan anggota geng motor. Meski sudah bebas, ia mengaku menjadi korban salah tangkap dalam peristiwa pembunuhan Eky dan Vina.

Advertising
Advertising

"Saya bukan anggota geng motor, saya enggak punya motor sama sekali,"ucapnya.

Sementara itu, Polda Jawa Barat atau Jabar menegaskan tidak ada salah tangkap dalam penyidikan kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang terjadi pada 2016. Polisi mengatakan keterangan saksi dan pelaku sudah teruji di pengadilan. Hal ini disampaikan oleh Dirkrimum Polda Jabar Kombes Surawan dalam konferensi pers di Polda Jabar, Ahad, 26 Mei 2024.

"Terkait salah tangkap, semua sudah diuji di pengadilan. Jadi apa pun keterangan yang pernah disampaikan para pelaku ini sudah diuji oleh pengadilan, bahkan sampai ke tingkat kasasi dan itu sudah vonis, jadi tidak perlu dipersoalkan lagi ya. Tidak ada salah tangkap," kata Kombes Surawan.

Sejauh ini belum ada pembuktian apakah pengakuan Saka tersebut benar adanya. Kendati demikian, kasus salah tangkap merupakan fenomena lumrah alias acao terjadi. Menurut data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sepanjang 2019-2022, terdapat 27 rekayasa kasus yang dilakukan oleh kepolisian.

Selanjutnya: Sederet kasus salah tangkap pihak kepolisian

<!--more-->

1. Salah tangkap suami-istri penjual kripik diduga jaringan perampok

Pasangan suami istri, Subur dan Titin menjadi korban salah tangkap anggota Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Bogor pada Rabu, 7 Februari 2024. Kejadian tersebut terjadi di SPBU Pasir Angin di Cileungsi, Kabupaten Bogor. Pada saat itu, Subur dan Titin akan menjual keripik ke pasar dengan mengendarai minibus. Ketika singgah di SPBU untuk mengisi BBM, tiba-tiba ada dua kendaraan datang. Para penumpang dua kendaraan itu langsung menyergap pasutri itu.

Kejadian yang terekam CCTV itu lantas viral di media sosial. Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Rio Wahyu Anggoro kemudian mencopot anggota Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) yang salah tangkap pasangan suami istri tersebut. Pencopotan dilakukan sejak Jumat, 9 Februari 2024. Kasus salah tangkap ini terjadi ketika polisi tengah menyelidiki kasus perampokan di Rancabungur, Kabupaten Bogor. Pasangan suami istri itu sempat dicurigai sebagai anggota sindikat perampokan tersebut.

"Sudah saya periksa dan saya copot hari Jumat kemarin," kata Rio dikonfirmasi. Senin, 12 Februari 2024.

2. Salah tangkap Oman Abdurohman, kaki korban ditembak agar mengaku

Bila Subur dan Titin masih beruntung belum sampai peradilan, lain yang dialami Oman Abdurohman. Warga Banten itu ditangkap karena diduga terlibat dalam kasus perampokan di kediaman Budi Yuswo Santoso di Dusun V Dorowati, Desa Penagan Ratu, Abung Timur, Lampung Utara pada 22 Agustus 2017 silam. Oman yang saat itu tinggal di Balaraja, Banten, ditangkap oleh anggota kepolisian lalu dibawa ke Polres Lampung Utara.

Tak hanya ditangkap, Oman juga dipaksa mengaku oleh pihak kepolisian. Dalam perjalanan ke Lampung Utara, polisi menurunkan Oman di kawasan perkebunan dan dipaksa mengaku dengan cara kekerasan. Kaki kiri Oman bahkan ditembak. Ia pun terpaksa mengaku perbuatan yang tidak dilakukannya itu. Selain luka tembak, Oman juga dijebloskan ke penjara selama 10 bulan.

Pada 4 Juni 2018, majelis hakim menemukan fakta bahwa Oman tidak terbukti bersalah dan dia divonis bebas. Oman kemudian mengajukan gugatan kerugian materil dan non materil sebesar Rp 322 juta kepada pihak kepolisian dan kejaksaan Lampung Utara. Pada 2019, Pengadilan Negeri Kotabumi, Lampung Utara dalam putusannya menyatakan negara wajib membayar ganti rugi senilai Rp 220 juta.

Setelah itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Utara, Hafiz mengatakan telah menempuh upaya hukum kasasi ke MA atas perkara salah tangkap terhadap yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Lampung Utara berupa ganti rugi yang harus dibayar oleh Kejari Lampung Utara dan Polres Lampung Utara sebesar Rp222 juta.

"Untuk pembayaran ganti rugi yang telah diputus PN Lampung Utara akan dibayarkan setelah hasil kasasi ke luar. Kita saat ini sedang menunggu hasilnya," katanya, dikutip dari antaranews. Akhirnya, ganti rugi itu pun dibayarkan pada Senin, 8 Januari 2024 lalu.

Selanjutnya: Kisah salah tangkap legendaris Sengkon dan Karta

<!--more-->

3. Kasus salah tangkap Sengkon dan Karta, penjara 13 tahun dan 7 tahun

Dilansir dari Majalah Tempo, Sengkon dan Karta adalah petani dari Bekasi, Jawa Barat yang ditangkap atas tuduhan perampokan dan pembunuhan pasangan suami-istri, Sulaiman-Siti Haya, warga Desa Bojongsari. Pada 1997, Pengadilan Negeri Bekasi memvonis Sengkon 13 tahun penjara dan Karta 7 tahun. Dalam berita acara pemeriksaan polisi, keduanya disebut telah mengaku membunuh.

Sengkon dan Karta pun dijebloskan ke penjara atau Lapas Cipinang, Jakarta, setelah sebelumnya mendekam di penjara Bekasi. Di Cipinang inilah mereka bertemu dengan Genul, keponakan Sengkon yang dibui lantaran kasus pencurian. Fakta mengejutkan pun terungkap. Genul mengaku bahwa ialah yang membunuh Sulaiman dan Siti. Setelah pengakuannya, Genul diadili dan divonis 12 tahun penjara karena terbukti membunuh.

Namun, ditangkapnya Genul, bukan berarti Sengkon dan Karta dibebaskan. Pada masa itu, lembaga herziening (peninjauan kembali) sudah dibekukan dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas perkara pidana tidak bisa ditinjau. Baru setelah Ketua Mahkamah Agung, Oemar Seno Adji membuka kembali lembaga herziening, Sengkon dan Karta dinyatakan bebas murni. Sayang, penderitaan mereka berdua belum selesai.

Selepas keluar dari jeruji, Sengkon harus dirawat di rumah sakit lantaran tuberkulosisnya makin parah. Sementara Karta, bapak 12 anak, harus menemui kenyataan pahit keluarga yang kocar-kacir. Tanah yang sebelumnya digunakan Karta untuk mencari nafkah telah habis lantaran dijual untuk penghidupan keluarganya dan membiayai dirinya saat diproses kepolisian dan pengadilan. Pada 1988, setelah bertahun-tahun diserang tuberkulosis, Sengkon meninggal. Sedangkan Karta telah pergi lebih dulu tersebab kecelakaan lalu lintas pada 1982.

4. Salah tangkap pengamen Cipulir, para korban disiksa biar mengaku

Pada 30 Juni 2013, kejadian salah tangkap juga dialami oleh pengamen Cipulir. Korban adalah Arga Putra Samosir yang saat itu berusia 14 tahun, Fatahillah, 14 tahun, Fikri Pribadi, 16 tahun, Bagus Firdaus, 17 tahun, Andro Suprianto, 18 tahun, dan Nurdin Prianto, 23 tahun. Mereka biasa berkumpul di baaah kolong jembatan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Tak ada yang menyana penghujung Juni menjadi hari sial bagi mereka.

Di tempat biasa berkumpul itu mereka justru mereka menemukan Dicky Maulana, sesama pengamen jalanan, dalam keadaan sekarat. Sekitar pukul 12.00 WIB, beberapa rekannya mengatakan Dicky sudah tak bernyawa. Sontak Arga langsung melapor ke pihak keamanan terdekat dan diteruskan kepada polisi yang datang tak lama kemudian. Polisi lantas memboyong Arga, Andro, dan Bagus ke kantor Polsek Pesanggrahan.

Singkat cerita, para remaja itu justru ditangkap dan dituduh sebagai pelaku. Mereka juga disiksa agar mengakui perbuatan membunuh Dicky. Para remaja bernasib apes itu bahkan dijebloskan ke penajara di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya selama satu bulan tiga hari sebelum berkas mereka dikirim ke Kejaksaan. Setelah berbagai persidangan, mereka kemudian divonis bersalah dengan hukuman rata-rata tiga tahun penjara.

LBH Jakarta yang mendampingi para pengamen itu lantas mengajukan berbagai upaya agar kliennya bebas. Setelah banding ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, mwreka kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis kasasi MA memutus bahwa para pengamen tak bersalah dan dibebaskan dari penjara, di mana Andro dan Nurdin bebas divonis bebas pada April 2014, sementara Arga, Fatahillah, Bagus, dan Fikri pada Januari 2016.

Andro dan Nurdin kemudian mengajukan praperadilan. Permohonan tersebut dikabulkan oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta pada tahun 2016 untuk keduanya.

Kemudian, empat pengamen lainnya juga mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka menuntut ganti rugi untuk masing-masing Rp 165.000.000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan ganti rugi empat pengamen ini. Hakim tunggal Elfian menyebut gugatan tersebut telah kedaluwarsa sehingga harus ditolak.

Selanjutnya: Salah Tangkap Dikira Bandar Narkoba

<!--more-->

5. Salah tangkap bandar narkoba

Pada Sabtu, 5 Maret 2022, viral video polisi salah tangkap bandar narkoba. Video itu menunjukkan seorang pengemudi mobil mewah ditangkap polisi di Jalan Gedong Panjang, Penjaringan, Jakarta Utara, karena diduga sebagai bandar narkoba. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan meluruskan kasus salah tangkap seorang pengendara mobil mewah yang diduga sebagai bandar narkoba. Zulpan memastikan penumpang dan pengemudi mobil itu tidak terkait sama sekali dengan jaringan narkoba.

"Begitu dilakukan pemeriksaan dan pendalaman orang-orangnya bersih semua tidak terlibat. Akhirnya dibebaskan," kata Zulpan saat dihubungi Rabu kemarin 9 Maret 2022.

Zulpan menjelaskan kasus salah tangkap itu berawal dari kesalahpahaman antara polisi dan pengendara mobil itu. Pada saat itu, polisi tengah melacak petunjuk ponsel yang digunakan pria tersebut. Ponsel itu ternyata sebelumnya milik seorang bandar narkoba yang menjadi target Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat. Ponsel itu dibeli pengendara mobil di sebuah konter daerah Tamansari, Jakarta Barat.

"Jadi polisi memiliki petunjuk bahwa alat komunikasi atau hape yang digunakan oleh mereka di dalam mobil itu sempat ter-record oleh kita itu memiliki kaitan dengan tindak pidana narkotika," kata Zulpan.

Diduga ponsel itu sengaja dijual bandar narkoba itu untuk mengelabui petugas. "Mungkin pernah dijual seseorang akhirnya pindah tangan ke mereka sehingga kepolisian lihat pergerakan dari mereka itulah dilakukan di situ penggerebekan," ujar Zulpan. Pada saat ini, bandar narkoba yang sebenarnya masih dalam perburuan polisi. "Targetnya masih pengejaran. Jadi mereka yang tidak terkait sudah dibebaskan," ujarnya.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL | M.A MURTADHO | MICHELLE GABRIELA MOMOLE | MOH. KHORY ALFARIZI

Pilihan Editor: Oman Abdurohman Korban Salah Tangkap, Bagaimana Tanggung Jawab Polisi dan Hak Korban?

Berita terkait

Polda Metro Bekuk Dua Tersangka Baru Kasus Pembubaran Diskusi di Kemang

10 jam lalu

Polda Metro Bekuk Dua Tersangka Baru Kasus Pembubaran Diskusi di Kemang

Jumlah tersangka dalam kasus pembubaran diskusi di Kemang bertambah menjadi lima orang.

Baca Selengkapnya

Polda Metro Jaya Siapkan Pengamanan Debat Perdana Pilkada Jakarta

13 jam lalu

Polda Metro Jaya Siapkan Pengamanan Debat Perdana Pilkada Jakarta

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Karyoto anggotanya untuk bersikap profesional dan menjaga integritas dalam menghadapi situasi Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

KontraS Catat Ada 64 Kasus Kekerasan TNI terhadap Warga Sipil dalam Setahun Terakhir

16 jam lalu

KontraS Catat Ada 64 Kasus Kekerasan TNI terhadap Warga Sipil dalam Setahun Terakhir

KontraS: sebanyak 64 peristiwa tersebut menyebabkan 75 orang luka-luka dan 18 orang tewas.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Catatan KontraS pada HUT TNI 2024: Reformasi TNI Tak Berjalan, Soroti Bisnis Militer

19 jam lalu

Sejumlah Catatan KontraS pada HUT TNI 2024: Reformasi TNI Tak Berjalan, Soroti Bisnis Militer

KontraS merilis Catatan HUT TNI 2024, mengungkap 64 peristiwa kekerasan oleh TNI terhadap warga sipil dalam setahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Diteror Stalker, Laporan Artis Widika Sidmore Setahun Mandek di Polda Metro Jaya

21 jam lalu

Diteror Stalker, Laporan Artis Widika Sidmore Setahun Mandek di Polda Metro Jaya

Artis Widika Sidmore menjadi korban stalking selama dua tahun terakhir. Sudah setahun laporannya belum ditindaklanjuti oleh Polda Metro Jaya.

Baca Selengkapnya

Rangkaian HUT TNI Ke-79, Ada Rekayasa Lalu Lintas di Sekitar Monas

21 jam lalu

Rangkaian HUT TNI Ke-79, Ada Rekayasa Lalu Lintas di Sekitar Monas

HUT TNI, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyiapkan rekayasa lalu lintas di sekitar Monas dan Jalan Sudirman.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa National University of Singapore Ditemukan Tewas di Gedung Asrama

22 jam lalu

Mahasiswa National University of Singapore Ditemukan Tewas di Gedung Asrama

Mahasiswa National University of Singapore (NUS) ditemukan tewas dalam sebuah kamar asrama kampus pada Kamis, 3 Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Kontras Minta DPR 2024-2029 Tolak Pembahasan 4 RUU

1 hari lalu

Kontras Minta DPR 2024-2029 Tolak Pembahasan 4 RUU

Kontras meminta anggota DPR periode 2024-2029 menolak pembahasan empat RUU karena disusun terburu-buru dan jauh dari kepentingan publik.

Baca Selengkapnya

Apa Kabar Kasus Firli Bahuri? Polda Metro Jaya Akan Kembali Periksa Eks Ketua KPK Itu

1 hari lalu

Apa Kabar Kasus Firli Bahuri? Polda Metro Jaya Akan Kembali Periksa Eks Ketua KPK Itu

Kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri kepada mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo mencuat lagi. Polda Metro Jaya akan kembali periksa Eks Ketua KPK itu.

Baca Selengkapnya

BMKG: Kota Cirebon Digoyang Gempa Bermagnitudo 2,5 dari Sesar Aktif

2 hari lalu

BMKG: Kota Cirebon Digoyang Gempa Bermagnitudo 2,5 dari Sesar Aktif

BMKG menyatakan, gempa tektonik bermagnitudo 2,5 menggoyang wilayah Kota Cirebon, Jawa Barat. Kamis, 3 Oktober 2024, pukul 16.04 WIB.

Baca Selengkapnya