SYL Sebut Diperintahkan Jokowi Tarik Uang dari Bawahan, Untuk Apa?

Kamis, 13 Juni 2024 18:17 WIB

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan pertanyaan kepada saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 10 Juni 2024. Dalam sidang tersebut Syahrul dan tim kuasa hukumnya menghadirkan dua saksi meringankan, antara lain Abdul Malik Faisal selaku Staf Ahli Gubernur Sub-bidang Hukum Pemprov Sulawesi Selatan dan Rafly Fauzi selaku mantan honorer di Dirjen Holtikultura Kementan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut-sebut dalam sidang pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada Rabu, 12 Juni 2024. Nama kepala negara itu disebut oleh eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL.

Politikus Partai NasDem itu menyatakan kebijakan yang diambilnya saat masih menjadi menteri, termasuk menarik uang dari bawahan, adalah sebagai tindak lanjut dari instruksi presiden. Hal ini disebabkan karena adanya krisis pangan akibat Covid-19 dan El Nino.

“Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan presiden atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi berdasarkan undang-undang,” kata SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu, 12 Juni 2024.

Apabila diperintahkan oleh presiden Jokowi, lantas untuk apa sebenarnya uang yang ditarik SYL dari bawahannya itu? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.


Peruntukan Uang yang Ditarik SYL dari Bawahan

Advertising
Advertising

Syahrul Yasin Limpo bersikeras bahwa uang yang didapatkannya dari pemerasan terhadap eselon satu di Kementerian Pertanian bukan untuk kebutuhan pribadinya bersama keluarga. Dia mengatakan, uang tersebut dipakai untuk kepentingan 287 juta orang yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan akibat Covid-19 dan El Nino.

“Apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja atau tetap harus dijadikan bagian-bagian dari aturan hukum yang ada?” ucap SYL.

Dalam kesempatan itu, SYL juga mempertanyakan status hukum yang sedang menjeratnya akibat pengumpulan uang sharing para eselon satu di lingkungan Kementan.

“Izin Yang Mulia, ini perintah presiden, ini perintah kabinet, ini perintah negara, dan kalau itu terjadi dan ini benar, apakah menteri sendiri yang bertanggung jawab atau negara yang bertanggung jawab?” ujarnya.

Pernyataan itu diajukan mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut kepada ahli hukum pidana Universitas Pancasila, Agus Suharso yang menjadi saksi a de charge atau saksi yang meringankan yang diajukan oleh SYL. Mengingat para saksi yang hadir pada beberapa sidang sebelumnya mengaku dipaksa mengumpulkan uang oleh SYL, melalui Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, untuk memenuhi kebutuhan sang menteri dan keluarga.

Dalam sidang tersebut, SYL juga mengaku terzalimi oleh kesaksian para bawahannya di Kementan yang dinilai menyudutkannya. Ia merasa menjadi yang paling bertanggung jawab atas pungutan-pungutan yang ada di lingkungan eselon satu.

Politisi NasDem itu menyesalkan sikap para eselon satu yang tidak bertanya secara langsung kepadanya soal uang sharing tersebut. Dia menyesalkan anak buahnya justru mengumpulkan uang hanya berdasarkan ‘katanya katanya’ dan percaya dengan ancaman pemecatan jika tidak melakukan.

Adapun SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.


Istana Bantah Pernyataan SYL

Menanggapi pernyataan SYL tersebut, Istana Kepresidenan akhirnya buka suara. Staf Khusus Presiden di Bidang Hukum, Dini Purwono, membantah adanya instruksi presiden dalam rapat kabinet kepada para menteri/kepala lembaga untuk menarik uang dari bawahan atau staf dalam penanggulangan krisis pangan akibat pandemi dan El Nino. Untuk menanggulangi suatu permasalahan, kata Dini, setiap instruksi presiden dan penggunaan diskresi oleh para pembantu presiden, harus dimaknai dan dibatasi sesuai prosedur diskresi yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.

“Ini tidak boleh melampaui wewenang menteri/kepala lembaga, serta dilaporkan kepada Presiden selaku atasannya,” kata Dini kepada Tempo melalui pesan singkat pada Kamis, 13 Juni 2024. Dini menegaskan setiap penarikan uang atau pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pejabat atau aparatur sipil negara, untuk kepentingan pribadi, merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.


RADEN PUTRI | TIM TEMPO

Pilihan Editor: Tak Hadiri Panggilan KPK dalam Kasus Harun Masiku, Staf Hasto Kristiyanto Beralasan Masih Trauma

Berita terkait

Dilaporkan ke Bareskrim Soal Fufufafa, Roy Suryo Minta Pasukan Bawah Tanah Jokowi Belajar Lambang Negara

11 jam lalu

Dilaporkan ke Bareskrim Soal Fufufafa, Roy Suryo Minta Pasukan Bawah Tanah Jokowi Belajar Lambang Negara

Roy Suryo dilaporkan oleh Pasukan Bawah Tanah Jokowi ke Bareskrim karena menyebut akun Fufufafa adalah Gibran.

Baca Selengkapnya

Terkini: Utang Perusahaan Media Milik Bakrie Rp 8,79 Triliun, Ekonom Sebut Kelas Menengah Rentan Jadi Miskin

11 jam lalu

Terkini: Utang Perusahaan Media Milik Bakrie Rp 8,79 Triliun, Ekonom Sebut Kelas Menengah Rentan Jadi Miskin

Empat perusahaan media milik keluarga Aburizal Bakrie bisa terancam pailit. Sebanyak 12 kreditur menagih utang sebesar Rp 8,79 triliun.

Baca Selengkapnya

Laporkan Roy Suryo ke Bareskrim Soal Fufufafa, Pasukan Bawah Tanah Jokowi: Gibran Lambang Negara

12 jam lalu

Laporkan Roy Suryo ke Bareskrim Soal Fufufafa, Pasukan Bawah Tanah Jokowi: Gibran Lambang Negara

Pasukan Bawah Tanah Jokowi menilai Gibran adalah lambang negara yang harus dilindungi dari berita bohong soal Fufufafa.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi Sebut IKN Kehendak Rakyat, 5 Kritik Pengamat untuk Mega Proyek Tersebut

12 jam lalu

Presiden Jokowi Sebut IKN Kehendak Rakyat, 5 Kritik Pengamat untuk Mega Proyek Tersebut

Jokowi klaim proyek IKN di Kalimantan Timur bukanlah keputusan Presiden saja melainkan keputusan seluruh rakyat. Sejumlah kritik untuk IKN muncul.

Baca Selengkapnya

Pimpinan KPK Akui Kinerja KPK Terjun Bebas, Begini Respons IM57+ Institute

12 jam lalu

Pimpinan KPK Akui Kinerja KPK Terjun Bebas, Begini Respons IM57+ Institute

Ketua KPK Sementara, Nawawi Pomolango dan komisioner KPK Alexander Marwata berikan skor rendah untuk kinerja KPK. Apa respons IM57+ Institute?

Baca Selengkapnya

Jokowi akan Terima Brevet Kehormatan Hiu Kencana Besok

12 jam lalu

Jokowi akan Terima Brevet Kehormatan Hiu Kencana Besok

Deputi Protokol dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan mengadiri acara tersebut.

Baca Selengkapnya

KPK Tahan Anggota DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi di Kasus Korupsi Bandung Smart City

12 jam lalu

KPK Tahan Anggota DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi di Kasus Korupsi Bandung Smart City

Jubir KPK mengatakan rincian penerimaan uang tersangka Yudi Cahyadi sedikitnya Rp 300 juta dan manfaat pekerjaan di Dishub Kota Bandung.

Baca Selengkapnya

Tak Sampai Sebulan Sebelum Lengser, Jokowi Masih Sibuk Resmikan Banyak Hal

13 jam lalu

Tak Sampai Sebulan Sebelum Lengser, Jokowi Masih Sibuk Resmikan Banyak Hal

Sebulan sebelum lengser dari jabatan, Presiden Jokowi meresmikan banyak smelter. apa saja?

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Dilaporkan ke Dewas KPK, Buntut Pertemuan dengan Eko Darmanto

13 jam lalu

Alexander Marwata Dilaporkan ke Dewas KPK, Buntut Pertemuan dengan Eko Darmanto

Alexander Marwata merasa heran atas laporan tersebut dan menduga pelapornya menginginkan KPK selalu gaduh.

Baca Selengkapnya

Polda Metro Periksa 17 Saksi soal Pertemuan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dengan Eko Darmanto

13 jam lalu

Polda Metro Periksa 17 Saksi soal Pertemuan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dengan Eko Darmanto

KPK menetapkan Eko Darmanto tersangka gratifikasi dan TPPU pada 8 Desember 2023. Polda Metro kini mengusut pertemuan Alexander Marwata dengan Eko.

Baca Selengkapnya