Deretan Kontroversi Pelaku Judi Online
Reporter
Michelle Gabriela
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 21 Juni 2024 13:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pemberian bantuan sosial atau bansos terhadap keluarga korban judi online yang dilempar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menuai polemik.
Berikut deretan penolakan terkait wacana pelaku judi online yang menerima bansos:
Bisa jadi kebiasaan
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah buka suara soal rencana pemberian bantuan sosial atau bansos bagi pelaku judi online. "Iya kalau itu saya ikuti pendapat publik saja," ujar Menteri Ida saat ditemui seusai Salat Idul Adha 1445 Hijriah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat pada Senin, 17 Juni 2024.
Menurut dia, di satu sisi mereka memang bisa jatuh miskin yang tentunya berhak mendapat bansos. Namun, di sisi lain ada pendapat masyarakat bahwa pelaku judi online lalu mendapat uang dan menjadi 'tuman' alias gemar karena kebiasan mendapat enak. "Saya kira itu ranahnya Kementerian Sosial (Kemensos) menghitung manfaat dan mudaratnya," kata Ida.
Merelakan uang negara untuk mensubsidi penjudi
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebelumnya menyatakan menolak gagasan pemerintah untuk memberi bantuan sosial atau bansos bagi pelaku judi online. “Bansos tersebut bisa memicu kenaikan penjudi baru karena dampaknya ditanggung negara,” ujar Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Gurnadi Ridwan saat dihubungi Tempo pada Ahad, 16 Juni 2024.
Selain itu, ujar Gurnadi, pemberian Bansos untuk penjudi berpotensi memicu kecemburuan, khususnya masyarakat kelas ekonomi menengah-bawah yang sebelumnya tidak mendapatkan dana bansos.
Kendati ada proses seleksi untuk memilih keluarga penjudi yang dimasukkan ke Daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagai data awal untuk mendapatkan Bansos, tetap saja tidak ada jaminan uang bansos tersebut tidak akan digunakan untuk modal berjudi.
Penambahan kriteria keluarga penjudi sebagai kelompok penerima bansos juga berarti berpotensi menyebabkan jumlah sasaran penerima bansos bertambah. Artinya, anggaran juga bakal membengkak dan berpotensi menggerus alokasi anggaran untuk layanan publik lainnya, seperti kesehatan dan pembangunan. Padahal, anggaran bansos pada 2024 saja sudah mencapai Rp 152,30 triliun.
Gurnadi juga menilai dana bansos untuk keluarga penjudi online bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kebijakan bansos untuk penjudi, menurut Gurnadi, juga melanggar Pasal 426 ayat (1)b dan c Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Hukum jelas melarang judi,“ ujar Gurnadi. Karena itu tidak tepat jika penjudi online justru menjadi penerima Bansos.
Tidak layak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah dan melanggar hukum
Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies atau Celios, Nailul Huda menyebut penjudi online tak layak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Alasannya, menurut Nailul, secara hukum, judi merupakan kegiatan yang dilarang oleh negara.
Ketika pelaku dengan sadar bermain judi, kata Nailul, artinya mereka melanggar aturan yang diatur negara. "Mereka tidak bisa disebut korban," kata dia, saat dihubungi Tempo pada Rabu, 19 Juni 2024.
Menurut dia, seseorang bisa disebut korban jika mereka tertipu dengan dalih investasi yang ternyata di baliknya ada praktik judi online. Pemain judi menurut Nailul tak bisa dikategorisasi sebagai penerima bansos lantaran kriteria penerima bansos adalah masyarakat yang masuk kategori miskin atau kurang mampu.
Menimbulkan masalah baru
Peneliti senior Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Etika Karyani khawatir pemberian bantuan sosial kepada penjudi dan keluarganya hanya akan menimbulkan masalah baru.
"Dikhawatirkan dana bansos ini malah dipakai buat judi lagi," kata Etika saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, pada Rabu, 19 Juni 2024.
Dia menjelaskan alasan pelaku judi online dan keluarganya tak boleh diberikan bantuan sosial karena dapat dilihat sebagai bentuk pengakuan terhadap perbuatan ilegal.
Bantuan yang akan disalurkan kepada pelaku judi online dan keluarganya itu, menurut Etika, bakal memunculkan kecemburuan sosial. Ia juga menyebutkan pemberian bansos juga tidak mengatasi sumber masalah karena bukan target bantuan dan ada unsur kemalasan pemerintah mengatasi masalah judi online.
Risiko lebih besar dari pemberian bansos ke keluarga pelaku judi online adalah semakin terbukanya peluang judi online untuk semakin merajalela. Sebab, terkesan pemerintah seperti melegalkan judi online dan tindak kriminalitas. Padahal pemberian bansos itu juga akan membuat beban negara bertambah. "Ini tidak memutus rantai judi online," ucap dia.
MICHELLE GABRIELA | IKHSAN RELIUBUN | AISYAH AMIRA WAKANG | DANIEL A FAJRI | DESTY LUTHFIANI
Pilihan editor: Ma'ruf Amin Usul Cabut Bansos Jika Penerima Main Judi Online