ICW: Koruptor Divonis Ringan Sepanjang 2023, Dihukum di Bawah 4 Tahun Penjara

Selasa, 15 Oktober 2024 08:20 WIB

Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis (ketiga kanan) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 30 September 2024. Dalam persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan delapan orang saksi diantaranya Piter Cianita, Suwito Gunawan, Tamron dan Rosalina. ANTARA FOTO/Fauzan

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa rata-rata vonis majelis hakim terhadap para koruptor berada pada kategori ringan. Laporan ini disampaikan dalam peluncuran laporan tren vonis korupsi 2023 yang digelar pada Senin, 14 Oktober 2024.

“Hukuman penjara pelaku korupsi, dari Januari sampai Desember 2023 hanya 3 tahun 4 bulan penjara” ucap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana pada Senin, 14 Oktober 2024.

Menurut Kurnia, sebuah omong kosong kalau ada yang mengatakan ‘kita sudah serius’ dalam menindak pelaku korupsi, karena ternyata proses penyelidikannya dan penindakannya bermasalah. Kurnia menyebut dari seluruh tingkatan pengadilan terdapat 1.649 putusan dengan jumlah terdakwa 1.718, sedangkan pengadilan tingkat pertama saja hanya 898 terdakwa.

Sedangkan untuk pengenaan pidana lainnya, seperti denda, Kurnia mengatakan temuan ICW rata-rata penjatuhannya hanya Rp 180 juta per-orang. Jika ditotal dari 830 persidangan dengan pemidanaan yang mengakomodir hukuman denda, Hakim hanya mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp 149 miliar saja. “Padahal jumlah kerugian negara mencapai Rp 56.075.087.787.308,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa ICW membagi putusan hakim dalam tindak pidana korupsi ke dalam tiga kategori, yaitu ringan (di bawah 4 tahun), sedang (4 tahun sampai 10 tahun), dan berat (di atas 10 tahun). “Maka, tahun 2023 rata-rata vonis hakim saat ini ringan,” tuturnya.

Advertising
Advertising

Ia menyebut, angka ini terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang muncul. Bisa terjadi salah satunya lantaran hakim tidak mempertimbangkan latar belakang koruptor. Seharusnya, kata Kurnia, ada beban yang dibedakan untuk pejabat publik yang melakukan tindak korupsi, apalagi dalam skala besar. Misalnya, kasus Bupati Natuna, Ilyas Sabil, dengan merugikan negara 7,7 miliar hanya dituntut 4 tahun penjara.

Begitu juga Tamrin Tamin, yang berprofesi sebagai pejabat Direktur PDAM, korupsinya sebesar Rp 4,2 miliar, tapi hanya dituntut selama 1,5 tahun penjara. “Dengan latar belakang pekerjaan mereka harusnya dapat dijadikan alasan pemberat tuntutan. Akan tetapi, KPK sebagai penuntut umum malah memilih menuntut ringan dua terdakwa tersebut,” jelas Kurnia.

Berbicara latar belakang, Kurnia menyampaikan yang paling banyak divonis ringan adalah pihak swasta, diikuti aparatur sipil negara, dan kepala desa. Adapun pengadilan yang paling banyak menjatuhkan vonis ringan ialah pengadila Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Palembang, Medan dan Jakarta Pusat.

Maka, menurut Kurnia badan pengawas terutama Komisi Yudisial harus turun langsung mengawasi persidangan. “Badan Pengawas harus mulai aktif melihat hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan atau bebas kepada terdakwa. Jangan hanya menyurat, tapi day by day,” ujarnya.

Selain itu, ICW, kata Kurnia, mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang masih sedikit melekatkan tindak kerugian keuangan negara dan pidana pencucian uang (TPPU) dalam menuntut suatu kasus, kalah jauh dibandingkan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kejagung menuntut tambahan uang pengganti sebesar Rp 82 triliun, sedangkan KPK hanya Rp 675 miliar. KPK lebih banyak menggunakan pasal 2 dan 3 yang mana tuntutannya minimal 4 tahun penjara dan denda maksimal 1 miliar.

“Sebab, UU Anti Pencucian Uang mengakomodir hukuman denda hingga Rp 10 miliar, sedangkan UU Tindak Pidana Korupsi maksimal hanya Rp 1 miliar,” ucap Kurnia. “Pemantauan juga turut menemukan bahwa pengenaan hukuman denda yang mencapai maksimal hanya dikenakan kepada 12 terdakwa.”

Padahal, Kurnia menyampaikan bahwa Pasal 17 UU Tindak Pidana Korupsi, pengenaan uang pengganti tidak hanya bisa dijatuhkan pada delik korupsi kerugian keuangan negara saja, namun dapat dikenakan pada setiap perbuatan, salah satunya, suap-menyuap.

Menurutnya, Sebab, esensi pemidanaan untuk kejahatan korupsi tidak cukup hanya dengan bertumpu pada pemidanaan badan, melainkan juga harus masuk lebih jauh pada pemulihan kerugian negara.

"Kerugian negara sangat besar, uang pengganti sangat rendah, dan pemangku kepentingan persidangan kejaksaan, kpk, dan mahkamah agung masih gagal dalam memberikan efek jera pada pelaku korupsi" ucap Kurnia.

“Maka, ICW mendorong agar pemerintah dan DPR harus segera mengundangkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset agar pemulihan kerugian akibat praktik korupsi bisa dimaksimalkan.” tegasnya.

Pilihan Editor: Catatan ICW: Ada 59 Terdakwa Korupsi Divonis Bebas dan Lepas Sepanjang 2023

Berita terkait

Kejati Sulteng Sita Uang Rp 3 Miliar dari Dugaan Korupsi Pengadaan Labkes Universitas Tadulako

4 jam lalu

Kejati Sulteng Sita Uang Rp 3 Miliar dari Dugaan Korupsi Pengadaan Labkes Universitas Tadulako

Meski telah dilakukan pengembalian kerugian negara, Kepala Kejati menyatakan tidak serta merta kasus dugaan korupsi tersebut dihentikan.

Baca Selengkapnya

OJK Buka Suara soal Dugaan Kasus Korupsi Dana Pensiun Rp 1 Triliun di PT Taspen

4 jam lalu

OJK Buka Suara soal Dugaan Kasus Korupsi Dana Pensiun Rp 1 Triliun di PT Taspen

OJK buka suara tentang tentang dugaan kasus korupsi pengelolaan dana pensiun senilai Rp 1 triliun di PT Taspen (Persero) .

Baca Selengkapnya

KPK Dalami Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas, Usut Pencairan Anggaran Truk Rescue

5 jam lalu

KPK Dalami Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas, Usut Pencairan Anggaran Truk Rescue

KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan truk 4WD dan resceu carrier vehicle di Basarnas.

Baca Selengkapnya

Sidang Pungli di Rutan KPK, Saksi Akui Terima Duit Rp 99,6 Juta dari Lurah

15 jam lalu

Sidang Pungli di Rutan KPK, Saksi Akui Terima Duit Rp 99,6 Juta dari Lurah

Eks petugas Rutan KPK Asep Anza mengakui telah menerima uang Rp 99,6 juta. Duit itu disetor oleh para tahanan yang dikumpulkan kepada lurah di rutan.

Baca Selengkapnya

Disebut Minta Duit Puluhan Juta ke Tahanan, Ini Kata Melon di Sidang Pungli Rutan KPK

16 jam lalu

Disebut Minta Duit Puluhan Juta ke Tahanan, Ini Kata Melon di Sidang Pungli Rutan KPK

Eks petugas Rutan KPK, Sopyan alias Melon, buka suara soal disebut meminta pungli puluhan juta rupiah kepada tahanan.

Baca Selengkapnya

Catatan ICW: Ada 59 Terdakwa Korupsi Divonis Bebas dan Lepas Sepanjang 2023

16 jam lalu

Catatan ICW: Ada 59 Terdakwa Korupsi Divonis Bebas dan Lepas Sepanjang 2023

Laporan ICW hasil pemantauan persidangan tindak pidana korupsi sepanjang 2023.

Baca Selengkapnya

Catatan ICW Soal Tren Vonis Korupsi 2023: Kerugian Negara Mencapai Rp 56 Triliun, tapi yang Kembali hanya Rp 7,3 Triliun

17 jam lalu

Catatan ICW Soal Tren Vonis Korupsi 2023: Kerugian Negara Mencapai Rp 56 Triliun, tapi yang Kembali hanya Rp 7,3 Triliun

Laporan pemantauan tren vonis korupsi tahun 2023 oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Baca Selengkapnya

FX Rudy Pastikan Pecat Anggota DPRD Solo Fraksi PDIP Kevin Febiano yang jadi Tersangka Korupsi Dana NPCI Jawa Barat

18 jam lalu

FX Rudy Pastikan Pecat Anggota DPRD Solo Fraksi PDIP Kevin Febiano yang jadi Tersangka Korupsi Dana NPCI Jawa Barat

Jajaran pengurus PDIP pun siap memecat Kevin sebagai kader dan anggota partai tersebut.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Presiden Direktur RDG Airlines Gibrael Isaak

18 jam lalu

KPK Periksa Presiden Direktur RDG Airlines Gibrael Isaak

Sebelumnya, KPK pernah memeriksa Gibrael Isaak pada 8 September 2023 terkait dugaan TPPU yang dilakukan oleh mantan Gubernur Papua Lukas Enembe.

Baca Selengkapnya

Begini OJK Tanggapi Dugaan Kasus Korupsi Dana Iklan Bank BJB

19 jam lalu

Begini OJK Tanggapi Dugaan Kasus Korupsi Dana Iklan Bank BJB

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK buka suara tentang dugaan kasus korupsi dana iklan Bank BJB yang melibatkan uang ratusan miliar.

Baca Selengkapnya