TEMPO.CO, Jakarta - Mantan petugas rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Sopyan alias Melon, buka suara soal disebut meminta pungutan liar atau pungli puluhan juta rupiah kepada Adi Jumal Widodo, terpidana kasus jual beli jabatan di Kabupaten Pamulang. Hal ini diungkapkan Sopyan alias Melon saat menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus pungli di Rutan KPK.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada hari ini. Mulanya, jaksa menanyakan apa yang disampaikan Sopyan kepada Adi Jumal saat baru masuk ke Rutan KPK.
Sopyan kemudian mengklarifikasi bahwa ia tidak berbicara dengan Adi Jumal saat awal masuk. "Sebelum isolasi selesai," kata Sopyan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 14 Oktober 2024.
JPU lantas bertanya lagi, "apa yang saudara sampaikan?"
"Saya sampaikan, saya disuruh korting menemui Bapak," jawab Sopyan alias Melon.
Istilah korting atau koordinator tempat tinggal terungkap dalam beberapa sidang kasus pungli di Rutan KPK. Korting dijabat oleh seorang tahanan yang dituakan dan menjadi penghubung tahanan lain dengan petugas. "Kortingnya pada waktu itu siapa?" tanya JPU lagi.
Pria yang akrab disapa Melon itu pun menjawab "Pak Budhi Sarwono (eks Bupati Banjarnegara)." "Nah, terus apa yang saudara sampaikan?" cecar jaksa penuntut umum.
Sopyan menyebut pada waktu itu ia menyampaikan bahwa Budhi menyuruhnya menemui Adi Jumal tentang permintaannya. JPU lantas bertanya lebih jauh soal permintaan Adi Jumal itu. "Untuk pemakaian handphone," jawab Sopyan.
Jaksa kembali bertanya, "terus?"
"Dia udah ngerti dan dia meminta saya untuk menghubungi keluarganya," tutur Sopyan.
Jaksa pun bertanya, apakah Sopyan alias Melon menyampaikan harga yang harus dibayar untuk handphone itu. Sopyan pun menyawab tidak. "Korting yanh menyampaikan," ujarnya.
"Yang 20 juta itu?" tanya jaksa.
Sopyan berkukuh "korting Pak yang menyampaikan."
"Terus saudara menyampaikan rekening pembayaran itu ke Adi Jumal?"
Sopyan menjawab rekening pembayaran juga disampaikan oleh korting. Ia menyebut petugas hanya membelikan atau memfasilitasi saja. "Kalau untuk harga atau apa, yang Rp 20 juta itu, korting yang ngasih tahu."
"Kemudian Adi Jumal bagaimana reaksinya?" tanya JPU.
Sopyan menceritakan pada waktu itu diminta Adi Jumal untuk menghubungi keluarganya. Akhirnya ia pun menghubungi istri Adi Jumal. Kemudian Sopyan memfasilitasi suami-istri itu untuk saling bicara lewat telepon.
"Setelah itu dia udah mengerti dan apa-apa yang buat pemakaian dia," ujar Sopyan. "Terakhir dia ngomong, nanti semua diselesaikan sama istri saya, semua diurus sama istri."
Setelah itu, istri Adi Jumal mentransfer uang sebesar Rp 20 juta ke rekening Bank Central Asia (BCA) atas nama Surisma Dewi. Surisma Dewi adalah teman istri Sopyan, yang rekeningnya digunakan sebagai tempat penampungan uang dari para tahanan.
"Uang tersebut saya tarik tunai dan transfer ke rekening Ramadhan Ubaidillah sebesar Rp 16 juta," kata JPU membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Sopyan. "Betul?"
Ramadhan Ubaidillah adalah salah satu dari 15 terdakwa kasus pungli di Rutan KPK. Ia adalah mantan petugas di rumah tahanan tersebut.
"Kurang lebih seperti itu," jawab Sopyan.
Jaksa kembali bertanya "saya kirim ke Ramadhan Ubaidillah Rp 16 juta. Yang Rp 4 juta kemana?"
"Ke saya Pak," kata Melon mengakui. "Itu ongkos saya Pak ibaratnya."
Sebelumnya, nama Melon disebut-sebut dalam sidang kasus dugaan pungli Rutan KPK. Salah satunya oleh Adi Jumal Widodo saat menjadi saksi dalam persidangan Senin, 23 September 2024 lalu.
“Dia menyampaikan, kurang lebih dia sudah menghubungi keluarga saya, dalam hal ini istri (Arum Indri). Saya diminta untuk mengirim dana Rp 25 juta, tapi saya masih diam (tidak merespons),” kata Adi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Melon kemudian mendatanginya beberapa kali di ruang isolasi. Ia menanyakan kepastian apakah Adi Jumal berkenan pindah dari ruang isolasi dengan biaya Rp 25 juta.
“Kami sempat terjadi tawar-menawar. Istri saya juga sempat menawar, bagaimana kalau Rp 10 juta, Melon menolak. Kalau Rp 15 juta, dia juga menolak, tetap tidak diberikan,” ungkap Adi.
Melalui proses negosiasi itu, Adi mengungkapkan bahwa Melon alias Sopyan sempat mengatakan bahwa bayaran untuk pindah dari sel isolasi harga pas yang tidak bisa ditawar. “Semua harga di sini sama. Tidak ada perbedaan, mau menteri atau pegawai swasta,” kata Adi menirukan kalimat yang diucapkan Sopian Hadi.
Selain itu, Adi juga mengungkapkan ia mendapatkan ancaman selama di dalam sel isolasi rutan KPK. Ancaman itu juga datang dari Melon. “Iya, kalau tidak bisa bayar, saya diancam akan terus ditempatkan di ruang isolasi, tidak digabung dengan tahanan lain. Itu yang dikatakan Melon,” ujar Adi.
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Penganiayaan Siswa Madrasah Aliyah di Tebet, Kuasa Hukum Korban Pertanyakan CCTV Sekolah yang Rusak