Warung Tegal (warteg) di Jakarta . FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, menilai langkah Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang akan menghapus pajak warteg sebagai cara mendapat popularitas. "Mau populer. Jadi gubernur yang baik, kan, mau jadi presiden," kata Agus ketika dihubungi Tempo, Senin 7 Oktober 2013.
Menurut dia, pemberlakuan pajak atas warteg adalah hak kepala daerah. "Kalau takut tidak populer, tidak usah dipajaki. Kalau mau mengatur dengan baik dan fair ya dipajaki," Agus berujar.
Penundaan penerapan pajak pada warteg pernah terjadi pada masa Gubernur DKI sebelumnya, Fauzi Bowo. Penundaan terjadi awal 2012 lalu ketika mendekati masa kampanye calon gubernur.
Padahal, kata Agus, ada warteg yang layak dikenakan pajak karena pendapatannya besar hingga mengalahkan restoran. Selama ini, restoran dikenakan pajak 21 persen. Karena itu, pungutan pajak kepada warteg bisa diterapkan dengan kategorisasi warteg berdasarkan omset.
Menurut Agus, warteg menggunakan listrik, air, dan lahan parkir yang perlu dipertimbangkan. Jika pajak warteg dihapus, potensi penerimaan pajak DKI bakal berkurang karena warteg berjumlah ribuan.
Yang lebih parah, kata Agus, warteg secara informal tidak bebas "pajak". Mereka membayar pada oknum preman berkedok keamanan. "Ada pungutan dari preman. Jadi, kalau Jokowi mau membebaskan pajak, beri jaminan tidak ada pungutan preman."
Jika pemerintah mampu mengelola pajak warteg, hasilnya bisa dikembalikan untuk keperluan publik, seperti santunan dan jaminan hari tua.
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
18 jam lalu
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.